Sebuah Misteri, Perempuan Bertuah
INIKECE - "Jadi, kamu dipanggil perempuan bertuah?" Jaksa itu dengan nada menyindir bertanya padaku. Seketika semua orang di ruang sidang langsung berbisik-bisik di belakangku.
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Tanganku terikat besi dingin yang mengkilap dan baju tersangka berbau aneh melengkapi penampilanku hari ini. Sudah seminggu aku berpenampilan seperti ini, menginap di hotel tempat penjahat menebus dosa mereka sejak terakhir aku melihat Rudi terkapar di kamarnya bersimbah darah dengan pisau tertancap di dadanya.
Aku melihat Rudi lewat berita televisi pada hari minggu yang cerah itu. Tidak lama setelah berita itu disiarkan, ramainya suara sirine menghampiri rumahku. Suara tangis ibu dan ayah mengiringiku masuk ke dalam salah satu mobil polisi yang datang menjemputku. Menurut penyelidikan polisi, pada pisau yang tertancap di dada Rudi ditemukan sidik jariku.
Pada TKP juga ditemukan beberapa sampel rambut yang DNA-nya sesuai dengan DNA-ku. Apa salahku? Kenapa jadi seperti ini? Aku tidak tahu sama sekali kenapa aku disalahkan. Aku bahkan tidak bertemu dengan Rudi dari kemarin.
Palu kayu yang diketuk hakim dengan keras membuat lamunanku pecah dan hening seketika menyelimuti ruang sidang yang tidak pernah terbayangkan aku duduk di sini, di atas kursi tersangka.
"Rina, tolong jawab apa yang ditanyakan jaksa padamu. Jangan hanya diam saja. Kalau kamu merasa semua ini bukan tindakanmu, coba buktikan pada kami."
"Ma... ma... maaf yang mulai, sa... saya sangat gugup."
"Baik, saya izin lanjut yang mulia. Lanjut ke pertanyaan saya, apakah benar kamu dipanggil perempuan bertuah oleh teman-temanmu di satu sekolah?" Jaksa penuntut kembali bertanya padaku tentang hal itu.
"Benar Pak," jawabku penuh keraguan.
"Baik, mulai kapan dan kenapa kamu bisa dipanggil seperti itu?"
"Saya tidak ingat jelas mulai kapan, tapi kalau kenapa, I... I... itu ka... karena setiap anak laki-laki yang dekat atau menyukai saya selalu ce... celaka, Pak."
"Mengapa itu bisa terjadi? Apa kamu sendiri yang mencelakai setiap laki-laki yang dekat dengan kamu?"
"Keberatan yang mulai, pertanyaan jaksa memojokkan klien saya." Pak Anto, pengacara yang disewa ayahku membela.
"Keberatan ditolak, jaksa silahkan melanjutkan pertanyaannya," jawab hakim sambil memukul palu.
"Silahkan jawab pertanyaan saya tadi, mengapa anak laki-laki yang mendekati kamu selalu celaka dan apakah itu kamu sendiri yang melakukannya?" Jaksa kembali bertanya padaku.
"Bu... bukan, tentu bukan saya yang melakukannya. Saya tidak tahu kenapa itu semua terjadi."
"Apa kamu punya bukti? Termasuk terbunuhnya Rudi ketika semua bukti menuju ke kamu?'
"Tidak tahu, saya tidak tahu, yang jelas itu bukan saya."
"Baik yang mulai, karena tersangka tidak dapat menjelaskan pertanyaan saya selesai."
"Baik, sekarang dilanjutkan pembelaan oleh pengacara." Hakim melanjutkan sidang dengan memberikan kesempatan kepada pengacaraku unutk memberi pembelaan.
"Terima kasih waktunya yang mulai. Pertama saya ingin membela klien saya untuk ejekan perempuan bertuah, hal ini tidak berdasar karena hal-hal buruk yang terjadi pada anak laki-laki sebelum Rudi tidak ada bukti kuat bahwa Rina yang melakukannya. Kemudian saya ingin memberitahukan alibi Rina ketika Rudi meninggal. Hari Minggu di mana Rudi meninggal, Rina sedang bersama keluarganya di rumah. Ayah ibunya telah menjadi saksi bahwa Rina berada di rumah. Lingkungan sekitar rumah Rudi juga tidak ada yang pernah melihat Rina di daerah itu ketika hari kejadian."
"Yang mulai, alibi itu bisa dibantah. Saat Rudi terbunuh, orang tua Rudi sedang pergi keluar kota, rumah Rudi sudah kosong selama 3 hari sebelum mayat Rudi ditemukan pada hari Minggu. Hasil otopsi juga memperkirakan bahwa pembunuhan tidak terjadi pada hari di mana mayat Rudi ditemukan." Jaksa memotong pembelaan yang diberikan oleh pengacaraku.
"Yang mulia, saya akan melanjutkan pembelaan saya. Yang mulia, saya berasumsi bahwa semua anak laki-laki yang mendekati Rina menjadi celaka ini merupakan pekerjaan satu orang dan bukan Rina. Orangnya pasti sangat dekat dengan Rina sampai dia bisa mendapatkan sidik jari dan sampel rambut Rina yang ditemukan di TKP." Pengacaraku melanjutkan pembelaannya.
"Baik, lalu apa bukti yang bisa mendukung pernyataan saudara?" Hakim kembali bertanya untuk menegaskan pernyataan pengacaraku.
"Oleh karena itu, saya memohon untuk mengadakan penyelidikan lebih lanjut kepada seluruh teman Rina."
"Keberatan yang mulia, Rina ini diakui tidak banyak memiliki teman, polisi sudah melaksanakan wawancara kepada seluruh teman sekelasnya dan tidak menemukan hal yang mencurigakan pada mereka." Jaksa menyanggah pernyataan pengacaraku lagi.
"Wawancara saja belum cukup yang mulia, harus diadakan penyelidikan lebih lanjut, pemeriksaan kegiatan dan penggeledahan rumah." Pengacaraku menjelaskan lebih lanjut pembelaannya.
"Hal itu akan sangat sulit dilakukan, perizinan untuk menggeledah dan menyediliki orang yang tidak dicurigai akan sangat sulit." Hakim menolak permohonan pengacaraku dan disaat itu aku sudah hilang harapan.
"Apakah tidak aneh seorang perempuan yang belum dewasa membunuh pacarnya tanpa alasan yang jelas, sampai sebelum Rudi meninggal pun mereka baik-baik saja."
"Kita tidak tahu menusia bisa berubah menjadi sangat mengerikan kapan saja. Pengacara apakah ada yang ingin disampaikan lagi?"
"Tidak ada yang mulai, sudah cukup," Pengacaraku akhirnya menyerah untuk membelaku.
"Baiklah, sekarang saatnya saya memutuskan hasil sidang ini. Setelah mendengarkan penjelasan dari tersangka, saksi dan pihak-pihak yang terkait. Saya memutuskan tersangka bersalah. Tersangka aka dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun." Hakim membacakan keputusan sambil menutup sidang dengan mengetuk palu-nya.
***
Begitulah sidang pertama yang aku alami seumur hidupku. Hukuman yang diberikan padaku relatif ringan karena aku masih dianggap di bawah umur. Saat ini aku memang baru masuk kelas 2 SMA di mana umurku baru 17 tahun.
Seringan-ringannya hukuman yang aku terima, tetap saja ini akan menghancurkan hidupku. Aku tidak bisa lagi sekolah seperti teman sebayaku. Setelah aku keluar dari penjara, reputasiku di masyarakat juga pasti sudah tercoreng. Membayangkannya saja sudah membuatku gila.
Mengapa aku jadi sepreti ini, aku yang tidak melakukan kesalahan apapun jadi dipenjara karena sesuatu yang tidak aku lakukan. Sebenarnya siapa orang yang melakukan ini padaku. Hari-hari mulai aku lalui di penjara, aku sangat tertekan, ditambah lagi yang memberikan kepeduliannya padaku hanya keluargaku saja. Teman-teman baikku juga tidak pernah menunjukkan diri. Mungkin meraka takut dan sekarang menganggap aku sebagai sosok mengerikan.
Aku selalu teringat masa-masa lalu dimana setiap anak laki-laki yang dekat dengaku mendapatkan malapetaka ketika mendekatiku. Malapetaka itu bermacam-macam, ada yang kendaraanya hilang, HP-nya hilang, mengalami kecelakaan, tiba-tiba diancam dibunuh orang yang dia tidak kenali dan banyak lagi. Aku benar-benar lupa kapan ini mulai terjadi, aku juga sudah lupa berapa banyak anak laki-laki yang celaka karenaku.
Aku memiliki julukan perempuan bertuah entah karena siapa yang memulai. Aku hanya memiliki sedikit teman yang tidak takut padaku dan aku jadi sangat tertutup pada laki-laki. Jika aku ingat kembali tentang Rudi, aku sangat sedih. Dia adalah laki-laki terakhir yang sangat dekat dengaku. Dia sering mengalami kemalangan yang mungkin terjadi karena aku, tapi dia selalu percaya bahwa itu cuma takhayul.
Aku pun semakin dekat dan semakin menyukainya karena dia tidak sama dengan anak laki-laki lain. Dia percaya padaku, hingga suatu hari kepercayaannya itu benar-benar membawa kesialan yang besar untuknya. Sungguh malang dia. Mungkin memang benar, aku adalah wanita terkutuk pembawa petuah bagi laki-laki yang mendekatiku. Hal itu terus menenggelamkanku dalam pikir negatif tentang diriku sendiri.
Dinding penjara yang lembap, keramiknya yang kotor karena tidak pernah dibersihkan dan jerujinya yang berakarat menjadi suasana yang harus membuat diriku terbiasa. Menyapu dan membersihkan area lapas adalah pekerjaan utamaku saat ini.
***
Belum genap satu bulan aku menjalani hukuman. Tiba-tiba seorang sipir mengatakan bahwa ada yang ingin bicara padaku dan mengajakku keluar. Dia bilang, "persiapkan dirimu sekarang, anggap ini sebagai sebuah kesempatan langka dapat keluar di masa hukuman."
Aku mulai bersiap keluar. Langkah demi langkah aku ambil menjauhi tempat tinggalku selama beberapa minggu terakhir. Merasakan suasana ingin keluar dari lapas membuatku tidak ingin kembali lagi ke sini. Tapi, apakah di luar sana akan tetap sama? Apa aku akan diterima? Apa aku masih si perempuan bertuah? Walau senang, aku sangat penasaran siapa yang menjemput dan mengajakku keluar? Apakah orang tuaku?
Sampailah aku di pintu keluar fasilitas penjara. Di balik pintu itu, semuanya akan terlihat berbeda. Di balik pintu itu, aku dapat melihat beragam manusia dan beragam tempat. Di balik pintu itu pula memori kemalangan Rudi menghantuiku. Ketika aku melangkah keluar, seorang laki-laki yang pantas aku panggil om memaki setelan jas berwarna kuning pucar telah menungguku di sebelah mobil hitam besar nan mengkilap yang sepertinya sangat mahal. Aku bertanya-tanya, siapa laki-laki itu?
"Jadi, kamu yang namanya Rina?"
"Ya, betul pak, saya Rina, ada kepentingan apa ya? Bagaimana bapak bisa dapat izin mengeluarkan saya?"
"Ah saya punya beberapa kenalan di kantor polisi ini. Sebelumnya saya mau meperkenalkan diri. Nama saya Yuda, saya seorang pengacara yang diutus oleh saudara Dani teman SMP dan SMA-mu."
"Dani, apa kabar dia?" Aku sangat senang karena ada teman yang masih ingat padaku di saat aku susah. Dani memang salah satu teman terbaikk dari aku SMP.
"Sayang sekali saya harus menyampaikan ini, Dani sudah meninggal dunia."
"Apa? Kapan? Kenapa dia bisa meninggal? Apa yang terjadi padanya?"
"Ada banyak hal yang ingin saya bicarakan pada kamu Rina. Kematian Dani juga berhubungan dengan kasusmu. Kamu ikut saya dulu ya?"
"Apa? Apa karena aku lagi? Bagimana bisa pak?"
"Sudah, pokoknya kamu ikut saya dulu ya? Dani meninggal bukan karena petuahmu atau hal-hal yang dibicarakan orang-orang kok."
"Baik pak, saya tidak ada tempat lain untuk dikunjungi juga hari ini."
Lalu aku pergi bersama Pak Yuda yang baru saja aku temui. Kami pergi naik mobil hitam mengkilap yang dia bawa. Aku duduk di kursi depan sebelah kursi sopir. Pak Yuda mengendarai kendaraannya, entah aku mau dibawa pergi kemana. Aku tidak terlalu peduli, aku bisa keluar dari penjara itu saja sudah cukup senang rasanya. Walau senang, aku juga sangat penasaran dengan yang terjadi pada Dani.
"Kita akan ke mana pak?" tanyaku penasaran di dalam mobil.
"Pertama-tama saya akan ajak kamu ke makam Dani. Kemudian kita pergi ke kantor saya, ada beberapa pesan milik Dani yang harus kamu ketahui."
"Pesan apa ya Pak?"
"Nanti saja saya mulai jelaskan satu per satu ya? Kebetulan tempat-tempat yang kita akan kunjungi tidak berjauhan, jadi kamu sabar dulu."
***
Dani merupakan teman dekatku dari SMP, aku sering sekali bercerita dengannya mengenai kehidupanku. Aku sudah menganggap dia sebagai saudaraku sendiri. Memang kami juga tinggal di daerah yang sama, karena itu, kami terus masuk sekolah yang sama dari SMP sampai SMA,
Tidak lama kemudian, aku dan Pak Yuda sampai di sebuah pemakaman umum tak jauh dari lingkungan tempat tinggaku. Aku turun dan ditunjukkan makam Dani yang masih bertabur bunga segar itu oleh Pak Yuda.
"Rina, seperti yang kamu lihat, ini makam Dani."
"Dia meninggal kenapa pak? Bapak belum jawab pertanyaan saya sebelumnya."
"Baiklah, Dani meninggal karena gantung diri di kamarnya."
"Haaaah? Kenapa Dani bunuh diri pak? Sejauh yang saya tahu dia anak yang baik dan kehidupannya pun baik-baik saja dari cerita-cerita Dani."
"Banyak hal yang kamu tidak tahu tentang dia sepertinya. Keluarganya pecah dan tidak pernah baik-baik saja, ayahnya selingkuh dan menikah dengan wanita lain saat Dani SMP. Sejak saat itu dia tinggal sendirian. Saya kenal Dani karena saya menikahi ibunya beberapa bulan yang lalu.
Dani memang anak yang baik dan ceria, meski keluarganya hancur, dia masih bisa bertahan sendirian. Walau saya orang baru dalam kehidupannya, sikap dia sangat baik pada saya. Saya pun tidak pernah menyangka hal ini terjadi padanya."
"Jadi, apa Dani bunuh diri karena masalah keluarganya?"
"Saya akan ceritakan lebih lanjut di kantor saja, ada pesan dari Dani yang perlu langsung kamu baca. Sekarang mari ita mendoakan dia, semoga Tuhan menerima arawahnya."
Kami mendoakan Dani dan kemudian langsung menuju kantor konsultan hukum milik Pak Yuda. Sesampainya di sana, aku dipersilahkan duduk di ruangan Pak Yuda yang sangat nyaman untuk sebuah kantor. Pak Yuda langsung membuka sebuah laci lemari file besi berwarna kelabu dekat dengan mejanya, mengambil sebuah buku catatan berwarna hitam.
"Buku apa itu pak?"
"Buku ini akan menjelaskan semuanya yang menjadi pertanyaamu."
"Itu memang buku apa pak?" tanyaku yang semakin bingung.
"Ini adalah buku milik Dani. Buku ini ditemukan di meja belajar Dani. Isinya tidak terlalu banyak, namun ini sangat penting untuk kasusmu."
"Bagaimana bisa bersangkutan dengan kasusku?"
"Bacalah."
Aku mulai membaca buku itu, ukurannya tidak terlalu besar, hanya sebesar telapak tanganku. Buku ini tidak terlalu tebal, tapi tidak terlalu tipis. Kertasnya kuning dan lusuh sepertinya buku yang diproduksi sudah lama. Bagian luarnya lebih keras dan dilapisi kanvas berwarna hitam. Pada bagian depan buku ini terdapat tulisan Dani. Aku mulai membaca buku itu dari halaman pertama.
Hari ini adalah hari pertamu aku masuk SMP, ayah memberiku buku ini katanya untuk diary, menuliskan hal-hal buruk dalam diary akan mengurangi kesedihanku. Dia membelikan ini karena aku sering merasa sedih, ayah jarang pulang.
* Halaman 2
Sudah lama aku tidak menulis ya, hari ini aku melihat cewek yang cantik sekali. Kira-kira siapa ya namanya? Dia duduk di sebelahku.
* Halaman 3
TERNYATA NAMANYA RINA, akan terus kuingat, dia juga anak yang baik sekali.
* Halaman 4
Ibu dan Ayah? Kenapa mereka berpisah? Apa yang terjadi?
* Halaman 5
Hari ini aku pergi bersama Rina, awalnya aku inign menyatakan cinta, tapi dia malah bilang, kamu adalah teman baikku. Aku juga diminta berjanji untuk menjadi teman dia selamanya. APA-APAAN INI, AKU TIDAK AKAN BIARKAN RINA MENJADI MILIK ORANG LAIN. DIA MILIKKU. MILIKKU. SETELAH AYAH DAN IBU, TIDAK ADA YANG BOLEH PERGI DARIKU.
Aku sangat kaget membaca tulisan Dani dala buku itu. Dani yang kukenal sebagai anak yang baik dan ramah ternyata memiliki sisi kelamd alam dirinya. Jadi selama ini, Dani menyukaiku dan dia yang selalu mencelakai anak laki-laki yang mendekatiku? Sangat mengerikan, kenapa Dani yang merupakan teman baikku? Halaman 6-15 berisi cerita Dani menyakiti dan cemburu pada laki-laki yang dekat dengaku. Hingga aku membaca halaman ke 16, aku lebih terkejut.
* Halaman 16
Kenapa? Kenapa Rudi yang bodoh itu bisa jadi pacar Rina? Kenapa Rina percaya padanya? Kenapa setelah aku mencelakakan dia, dia masih bertahan, TIDAAAK, TIDAK ADA YANG BOLEH MEMILIKI RINA SELAIN AKU, AKU AKAN BUNUH RUDI, AKU AKAN MEMBUAT TINA MENJADI KAMBING HITAMNYA, AKU AKAN MENGIRIM RINA KE DALAM PENJARA HAHAHAHAHA. AKU PUNYA RENCANA YANG BAGUS. TUNGGU KAU RUDI BODOH DAN RINA PEREMPUAN TIDAK TAHU DIUNTUNG YANG HANYA MENGANGGAP AKU SEBAGAI TEMAN, AKAN KUBUAT KALIAN MENYESAL.
"Jadi, kamu sudah tahu kan kenapa kamu harus membaca buku itu?" Pak Yuda tiba-tiba berbiacara karena melihatku membuka halaman yang bersangkutan dengan kasus pembunuhan Rudi.
"Apa benar ini buku harian Dani? Apa ini semua beneran Dani yang menulis?" tanya Rina penuh keraguan atas apa yang dibacanya.
"Benar, ini buku dan tulisan Dani, saya sudah konfirmasi ke orang-orang terdekat Dani."
"Jadi, yang membunuh Rudi itu Dani? Bagaimana bisa?"
"Manusia yang tertekan karena keadaan bisa melakukan hal-hal yang ada di luar pikiran dia. Ada dua hal lagi yang harus kamu lihat. Dani meninggalkan buku catatan itu di meja belajarnya bersama dengan surat dan sebuah CS yang berisi pengakuan." Pak Yuda menunjukkan ssatu lembar kertas dan satu keping CD yang ditempatkan dalam wadah transparan kepadaku. Aku mulai membaca surat bunuh diri Dani dengan perasaan campur aduk di dalam otakku.
Maaf semuanya,
Maaf karena aku sudah ada di dunia lain. Aku merasa kalian semua keberatan dengan adanya diriku di tengah-tengah kalian. Aku memang manusia yang tidak bermanfaat dan hidup dengan menyusahkan orang lain.
Ayah dan Ibu, terima kasih atas mimpi buruk yang kalian berikan. Aku tidak membutuhkannya lagi. Kalian juga tidak perlu repot mengurusiku lagi. Semoga kalian bahagia, tidak, kalian harus bahagia, karena saya sudah menderita.
Rina sahabatku, maaf aku menyusahkanmu. Membayangkanmu di penjara membuat hatiku hancur. Maafkan aku, aku menyesal, aku meninggalkan sebuah rekaman pengakuanku dan caraku membunuh Rudi. Semoga kamu juga bahagia, maaf telah menjadi benalu.
Selamat tinggal,
Dani
Setelah aku selesai membaca surat bunuh diri Dani, Pak Yuda kemudian mengambil sebuah laptop dan menunjukkan video pengakuan Dani dalam CD yang dia tunjukkan sebelumnya.
Dani mengakui pembunuhan terhadap Rudi. Dia menjelaskan bagaimana cara dia membunuh Rudi. Dani juga menjelaskan bahwa dia mendapat sidik jari dan rambutku saat dia terakhir bertemu denganku untuk mengerjakan tugas bersama beberapa hari sebelum Rudi ditemukan meninggal. Dia membunuh Rudi sehari sebelum Rudi ditemukan. Sidiki jariku diambil dari gelas bekas minumku saat belajar bersama Dani dan rambutku diambil dari kursi tempatku duduk.
Aku sungguh tidak menyangka, sahabat yang bahkan dalam pikiranku tidak pernah terbayang dapat menyakitku malah menjadi orang yang menjatuhkan aku dalam hidup ini. Aku sangat sedih mengetahui semua ini.
Setelah hari itu, semua bukti yang diberikan Dani diberikan Pak Yuda ke polisi, sidang ulang kasus pembunuhan Rudi diadakan kembali dan aku dinyatakan tidak bersalah. Namaku pun bersih, berita-berita menyiarkan bahwa aku adalah kambing hitam dalam kasus ini.
Walau begitu, kejadian ini membuatku semakin berhati-hati untuk mengenal dekat dengan orang lain karena orang terdekat kita mungkin yang ingin menjatuhkan kita.
0 comments:
Post a Comment