Laras dan Cintanya Yang Kandas, Friend Zone

Laras dan Cintanya Yang Kandas, Friend Zone

INIKECE - Laras memandang ke luar jendela rumahnya. Diluar hujan, Laras suka suasana ketika hujan. Udara jadi dingin, cocok sekali untuk melamun seperti yang ia lakukan sekarang.

"Jangan melamun," Raka menepuk bahu Laras pelan. "Kamu galau gara-gara putus sama Rio, ya?"

Laras menggeleng. "Nggak, kok. Justru aku yang kasihan sama dia. Nggak salah apa-apa aku putusin hehe.."

"Jahat," desis Raka.

"Bukannya kamu yang ngajarin? Kalau jatuh cinta itu pakai otak, jangan pakai hati, biar tetap waras. Nggak gila!"

Raka tertawa kecil.

Tiga tahun lalu, ketika Laras berusia empat belas tahun, ia merasakan patah hati pertamanya. Laras harus rela mengakhiri hubungannya dengan Denis, cinta pertamanya. Alasannya sepele, mereka masuk ke SMA yang berbeda, kemudian Denis jatuh cinta dengan perempuan lain.

Sebegitu kecewanya Laras sehingga ia tak mau makan, tak bisa tidur, dan hampir setiap hari meratapi kepergian Denis. Untung saat itu ia bertemu Raka. Teman sebangkunya yang humoris dan ambisius itu hanya tertawa ketika Laras menceritakan kisah cintanya yang kandas dengan Denis. "Makanya kalau jatuh cinta itu pakai otak, jangan pakai hati biar kamu tetap waras. Nggak gila!"

Kalimat yang diucapkan Raka selalu terngiang di telinga Laras setiap kali ia jatuh cinta lagi. Sejak itu ia tak pernah benar-benar mencintai seseorang. Ia mulai berlagak playgirl. Dengan kulit kuning langsar, hidung mancung, dan rambut hitam ikalnya, Laras bisa dengan mudah mendapatkan laki-laki yang ia sukai.


Tapi tak satu pun yang benar-benar disukainya. Biasanya Laras akan mengencaninya selama dua minggu, lalu meninggalkan laki-laki malang itu tanpa alasa. Kalau sudah begitu Raka harus selalu siap mendengar cerita Laras tentang betapa merananya cowok-cowok itu berhasil dibuatnya.

"Aku bosan," kata Laras.

"Bosan karena?" Raka pura-pura tak mengerti arah pembicaraan Laras. Padahal ia tahu persis apa yang akan dikatakan sahabatnya itu.

"Bosan bermain-main hehe. Aku ingin benar-benar jatuh cinta lagi." Laras tersenyum, kemudian mendekati Raka. "Raka, kamu pernah jatuh cinta?"

"Tidak," jawab Raka singkat.

"Sekali pun?" Laras menatap Raka lekat-lekat. Raka menghela napas.

"Kan aku sudah bilang, nggak penting. Nggak ada gunanya, mending ikut lomba sana-sini, memang, dapet duit, dapet sertifikat, dapet pengalaman pula!"

Laras mendorong bahu Raka pelan, bibirnya cemberut. Matanya menatap laptop Raka. Membuat karya tulis ilmiah, itulah yang daritadi Raka geluti. Laras tahu benar Raka adalah tipe orang yang ambisius. Prestasinya banyak, akademiknya juara.

Apapun yang ia inginkan harus tercapai, bagaimana pun caranya. Wajar saja kalau selama ini ia tak pernah dengan Raka menyukai seseorang.

"Kadang aku ingin jadi seperti kamu, Raka," gumam Laras. Tetapi dua detik kemudian ia mendengus, "Ah, tapi hidupmu nggak seru!"

***

"Kamu pernah jatuh cinta?"

Suara Laras terus berputar di kepala Raka. Pernah. Tentu saja Raka bohong kalau bilang ia tak pernah jatuh cinta. Diambilnya bingkai foto di meja belajarnya. Senyu, perempuan itu manis sekali. Senyum yang begitu Raka sukai, hingga Raka mau melakukan apa saja asal perempuan itu dapat tersenyum. Senyum milik perempuan yang tak pernah tahu ia begitu dicintai oleh Raka.

***

"Denis Wira," desis Laras.

Ibu jarinya dengan terampil mengusap layar ponselnya. Dibukanya profil media sosial Denis, dengan rindu Laras mengamati satu persatu foto Denis. Ahh, kangen sekali rasanya, bisiknya dalam hati. Laras terus memainkan ibu jarinya sampai ia sadar akan satu hal. Denis menghapus semua fotonya bersama perempuan yang Laras yakini adalah pacarnya.

Laras tersenyum tipis. Ada secercah harapan di hatinya. Meski begitu ia terlalu gengsi untuk menyapa Denis di media sosial lebih dulu. Ia masih ingat betul ketika Denis mencampakkannya tanpa memikirkan perasaannya. Gengsi dong kalau aku sapa dia duluan, kayak nggak laku aja, begitu pikir Laras.

Disentuhnya lingkaran merah milik Denis yang begitu menggoda untuk dilihat isinya. Dari sana ia tahu, Denis akan menghadiri konser penyanyi favoritnya. Senyumnya main mengembang.

***

Pukul empat sore keesokan harinya Laras berdiri dengan senyum lebar di depan rumah Raka. Raka menatapnya heran sambil berusaha membuka gembok pagarnya.

"Ada apa? Masuk, gih," Raka mempersilakan.

"Tahu, tidak?" Senyum Laras semakin lebar, "Denis baru putus sama pacarnya!"

"Lalu?"

"Hari Sabtu besok kamu temani aku nonton konser, ya! Denis bakal ada disana. Aku sudah belikan kamu tiket, kok" Laras menyerahkan satu tiketnya pada Raka.

Raka tertegun. "Kamu tahu penyanyi ini?"

Larang menggeleng, "Tidak. Aku cuma ingin ketemu Denis."

'Terus kalau kamu ketemu Denis, apa yang mau kamu lakukan? Iya kalau ketemu, kalau tidak?"

"Aku mau lihat reaksinya kalau kami bertemu lago," jawab Laras. "Kalau bagus, mungkin aku dan dia bisa mulai dari awal lagi. Aku sudah lebih cantik dari tiga tahun lalu, mungkin, mungkin saja ia masih punya rasa."

"Kan aku sudang bilang kalau jatuh cinta pakai otak, jangan pakai ha.."

"Sstt!" Laras menempelakn jari telunjuknya ke bibir Raka. "Aku tahu, aku memang nggak waras. Aku menggilainya, Raka. Aku masih mau mencoba, sekali ini saja. Kamu mau, ya temani aku ke sana? Please?'

Raka menatap mata sayu Laras, kemudian mengangguk pasrah.

"Nggak waras!" umpat Raka dalam hati. Namun umpatan itu bukan untuk Laras. Ia mengumpat dirinya sendiri. "Bagaimana bisa kamu mencintai orang yang hatinya hanya hidup untuk cinta pertamanya dan telah lama mati untuk yang lain?"


***

Penulis :
Asalina Putri Agung Shaliha lahir di Bontang dan saat ini tinggal di Surabaya.

0 comments:

Post a Comment