INIKECE - Suara gaduh dan teriakan terdengar dari ruangan penuh matras dengan tulisan Ruang Latihan Judo itu. Terlihat seorang gadis dengan rambut kuncir kuda sedang bergulat dengan lelaki yang memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar darinya.
Keringat mengalir deras dari wajah cantiknya dan membasahi rambut depan serta seragam kebanggannya. Lelaki yang berada dibawah kungkungan gadis tersebut menunjukkan wajah kesakitan dan segera minta dilepaskan dari latihan yang menyiksanya ini, tentu saja menyiksa jika kau hraus berhadapan dengan pemain andalan tim.
"Kemajuanmu cukup pesat dibandingkan bulan lalu, Dara, aku yakin kau sangat giat berlatih selama liburan." Seorang pria dengan tag Pelatih di dadanya memuji kemajuan Dara. Gadis yang dipuji hanya menampilkan cengiran lebarnya.
"Kau masih kalah jauh dibandingkan dengan adik tingkatmu, Dimas," imbuh pelatihnya.
"Tentu saja dia giat berlatih, dia sangat ingin mewakili tim kita di kejuaraan semester ini," cibir Dimas dengan intonasi mengejek meski tidak bisa menyembunyikan nada jenakanya.
Latihan sore itu diakhiri oleh Pelatih Ren setelah memberikan beberapa nasehat untuk latihan mandiri. Dara menegak air minumnya dengan rakus dan memasukannya kembali dalam tasnya. Gadis tingkat dua sekolah menegah atas itu siap melangkahkan kakinya menuju pintu keluar ruang latihan.
Dia cukup lelah dengan latihan kali ini, Pelatih Ren menyuruhnya melawan semua anggota tim yang kebanyakan laki-laki dengan badan yang lebih besar darinya. Seluruh tubuhnya sangat pegal sekarang, mungkin dia harus meminta ibunya membelikan koyo nanti.
Latihan-latihan selanjutnya pasti akan lebih berat dari ini, mengingat kejuaraan tingkat kota sebentar lagi akan berlangsung. Ah, Dara hampir lupa mengabari ibunya kalau dia akan segera pulang dan meminta ibunya menyiapkan air hangat untuk mandi.
Dara merogoh saku jaketnya dengan satu tangan, kemudian merogoh saku satunya dengan tangan yang lain. Tidak ada, Gadis itu kemudian membuka tasnya dan mencari-cari ponselnya. Tidak ada juga. Dara mendesah pelan kemudian mengacak rambutnya.
"Astaga aku lupa mengambil ponselku di tempat charger!" Gadis itu kemudian berlari kembali menuju sekolahnya, padahal dia sudah cukup jauh dari sekolah. Salahkan saja otak pelupanya. Ya, Dara memang andalan tim nya dalam judo, cukup good looking kalau tidak mau dibilang biasa saja, nilai pelajarannya juga sangat memuaskan karena tidak pernah absen menduduki peringkat 3 besar di angkatannya. Dara sangat mudah mengingat pelajaran, dia tidak ada masalah dalam mengafal, pelajaran yang perlu logika pun dia cukup pintar, satu hal yang menjadi kekurangannya. Pelupa.
Ya, Dara sangat pelupa dan ceroboh. Dia bahkan pernah meninggalkan kotak pensil berisi disk di sekolah. Disk itu berisi makalah yang harus dikumpulkan esok harinya. Mau tak mau, dia harus kembali lagi ke sekolah untuk mengambilnya. Saat menemukan kotak pensilnya, Dara dengan cepat mencari disk tersebut, nyatanya benda itu tidak ada di sana, tapi malah ada di kantong jaketnya.
Dara baru ingat saat pelajaran terakhir dia memasukkan disk tersebut ke kantong jaketnya. Parahnya lagi, itu jaket yang di pakai sekarang, jadi Dara berlari-lari ke sekolah demi disck yang ternyata dia kantongi dari rumah. Tingkat pelupa dan kecerobohannya parah.
"Ketemu." senyum gadis itu ketika menemukan ponselnya di meja ruang latihan. Dia mencabut charger-nya dan memastikan pengisi daya itu sudah aman dalam tasnya. Dara hanya tidak mau kembali ke seoklah tengah malam karena tidak bisa mengisi daya ponselnya di rumah nanti, okey?
Suasana gedung ekskul sekolahnya cukup sepi sore ini, padahal biasanya ada saja beberapa siswa yang betah di ruang ekskol hingga malam. 'Aaa, mungkin karena ini hari pertama sekolah' kata Dara dalam hati.
Dara melangkah kakinya sambil bersenandung kecil. Samar-samar dia mendengar petikan gitar dari ruang musik. Dara menajamkan pendengarannya, ia tahu melodi ini. Rivers flow in you. Dara sering mendegar karya-karya Yiruma dan beberapa versi akustiknya, tapi belum pernah melihat orang lain memainkan langsung di depan matanya.
Penasaran? Tentu saja, Dara memang mengagumi pemain gitar, melihat bagaimana jari-jari panjang pemainnya memetik senar dan menghasilkan melodi membuat mereka terlihat keren di mata Dara.
Dara sedikit berjinjit untuk mengintip di sela-sela jendela ruang musik. Terlihat seorang laki-laki yang memangku gitar sambil memejamkan matanya. Terlihat begitu menikmati irama yang ia ciptakan. Sosoknya yang diterpa sinar matahari sore itu melengkungkan senyum tipis dengan mata yang masih terpejam. Terlihat begitu indah. Jemarinya begitu lincah memetik senar dan mengubah kunci gitarnya. Lelaki itu terlihat berkeringat hingga membasahi seragam yang dia gunakan.
"Seragam Judo," bisik Dara.
1 detik, 2 detik, 3 det-
"Huh, seragam judo?" Dara mengernyit. Lelaki itu menggunakan seragam yang sama sepertinya. Dara sedikit memicing untuk memastikan siapa lelaki itu. Matanya sedikit silau sehingga tidak menyadari lebih awal kalau lelaki berada di tim yang sama dengannya, siapa?
Dara tahu beberapa anggota timnya ada yang mengikuti ekskul musik. Vincent, Jourdan, Ryan. Tapi sepertinya lelaki itu bukan mereka bertiga. Siapa. Dara tidak bisa melihat dengan jelas. Tiba-tiba lelaki itu membuka matanya, tatapan mereka bertemu. Posisi dara memang berhadapan dengan lelaki itu. Dara terkejut. Lelaki itu juga menunjukkan gestur terkejut.
"Dara?" kata lelaki itu. Dara salah tingkah, dia ketahuan. Parahnya dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki itu. Dara mengumpat dalam hati. "Memalukan Dara. sekarang di mana akan kau taruh mukamu?"
"Apa yang kau lakukan disini? Tanya lelaki itu sambil mendekati jendela tempat Dara mengintip. Tunggu, suara ini kan suara menyebalkan Dim-
"Kau sedang mengintipku, ya? Aku tak tahu ternyata Dara, si Ace tim judo ternyata hobi mengintip," kata lelaki itu dengan nada menyindir. Tapi jelas-jelas wajahnya menunjukkan seringai narsis.
"Kalau aku tahu itu kau, aku juga malas mengintipmu," dengus Dara. Dimas hanya menampilkan senyum lembutnya.
"Jadi, apa yang membawamu kemari?" tanya Dimas, kali ini bersungguh-sungguh.
"Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar suara gitar, itu saja," Dara menjawab acuh.
"Hahahaha... Dara, kau kira aku tidak tahu, kau bahkan sudah pulang hampir 30 menit yang lalu, aku juga melihatmu keluar gerbang sekolah. Ayolah kau pasti menungguku dan kembali untuk mecariku kan? Sudah mengaku saja," goda Dimas panjang lebar tanpa menghilangkan cengirannya.
Dara hanya melongo di tempatnya, apa yang salah dengan kakak tingkat satu timnya ini, tidak biasanya Dimas senarsis ini. Apa kepalanya tadi terbentur waktu Dara banting tadi?
"Kau ge-er sekali, aku kembali untuk mengambil ponselku, aku meninggalkannya di ruang latihan. Lalu saat berjalan pulang aku mendengar ada yang memainkan rivers flow in you. Aku hanya penasaran jadi aku mengintip sedikit, bukannya untuk menunggu apalagi mencarimu. Narsis sekali," omel Dara.
"Baiklah baiklah, aku percaya, kau bawel sekali" tawa Dimas sambil mengusak rambut adik tingkatnya itu. Deg. Dara kaget setengah mati dengan perlakuan tiba-tiba Dimas. Setelahnya Dara hanya terdiam kaku di tempatnya. Tangan Dimas masih bertengger di kepala Dara, sepertinya tidak ada niat untuk menarik tangannya dalam waktu dekat.
Dara masih tidak bergerak, Deg deg deg. Sialan, salahkan saja jantungnya yang tiba-tiba memompa terlalu cepat. Dara merasa nyeri di dadanya, sementara perutnya seperti di penuhi kupu-kupu. Di satu sisi Dara tidak menyukai reaksi tubuhnya, tapi juga menyukainya di saat yang sama. Rasa berdebar ini sama seperti saat Dara melihat Dimas di tim judo ketika Dara menjadi siswa baru. Ya, Dara menyukai Dimas. Diam-diam selama hampir 1 tahun ini sejak orientasi siswa baru.
Dara bergabung dengan ekskul judo karena dia memang sudah mengikuti bela diri itu sejak sekolah menengah pertama, jadi dia hanya melanjutkan kembali di sekolah menengah atas. Tidak tahunya, ternyata senior yang berhasil memikat Dara saat orientasi juga berada di ekskul yang sama.
Malam saat penyambutan anggota ekskul Dara bahkan tidak bisa tidur saking girangnya. Tapi berterimakasihlah karena Dara pandai menyembunyikan perasaannya sehingga dia terlihat biasa saja di depan Dimas selama ini, termasuk saat harus membanting Dimas selama sesi latihan. Padahal sebenarnya....
Tapi tidak untuk saat seperti ini. Ini di luar kendali Dara. Mungkin ini hanya bentuk Dimas untuk mengakrabkan diri sebagai kakak tingkat pada adik tingkatnya. Dara sering melihat Dimas melakukan hal yang sama pada teman laki-laki angkatan Dara di tim judo.
Tapi Dara berbeda Ya Tuhan. Dara menahan napasnya tanpa sadar dan semburat tipis mulai merambat menghiasi pipinya. Hal ini tentu saja tidak luput dari penghilatan Dimas. Lelaki itu hanya menampilkan senyum lembut yang sangat tipis.
Manis sekali. Pikir Dimas. Reaksi Dara di luar dugaan Dimas, dia tidak menyangka Dara akan bertingkah gugup di depannya saat ini, padahal gadis ini biasanya sangat bengis saat membanting dirinya di ruang latihan. Tapi tentu saja, Dimas menyukai reaksi Dara. Dimas memang sudah lama memperhatikan Dara. Dara merupakan satu dari sebagian kecil anak perempuan yang bergabung dengan tim judo.
Awalnya Dimas sempat memandang rendah Dara pada awal Dara bergabung. Dia berpikir apa yang bisa dilakukan anak perempuan kurus di judo. Tubuh semampai Dara sama sekali tidak memperlihatkan otot, malah saat itu tergolong sangat kurus untuk orang yang biasanya mengikuti beli diri.
Dimas berpikir mungkin Dara hanya bergabung agar bisa dekat dengan anak laki-laki atau kakak tingkat yang tampan karena bisa dibilang anak-anak di tim judo cukup tampan dibandingkan ekskul lainnya. Dimas hanya bisa memasang wajah kecut saat ingat bagaimana pertama kali tubuhnya dibanting ketika dia menjadi lawan Dara.
Harga diri Dimas jatuh. Bagaimana mungkin dia yang lebih besar bisa kalah apalagi dibanting dengan begitu mudah oleh siswa baru yang sangat kurus dan yang terpenting adalah PEREMPUAN.
Saat itu pelatih bahkan juga tercengang dengan kemampuan Dara. Usut punya usut, ternyata Dara memang sudah mengikuti judo sejak sekolah menengah pertama dan pernah memenangkan medali perak kejuaraan provinsi. Dia terlihat kurus karena baru sembuh dari sakit dan mengatakan akan menaikkan berat badan kedepannya.
Setidaknya saat itu Dimas hanya malu dalam hatinya karena meremehkan Dara. Sejak saat itu Dimas diam-diam sering memperhatikan Dara. Dimas juga tahu bahw Dara menyukai pemain gitar, pemain basket dan pemain piano. Tahu darimana? Dimas pernah menjadi panitia orientasi siswa baru, ingat? Saat itu siswa baru diminta menuliskan apa yang mereka sukai, dan sangat kebetulan Dimas mengambil milik kelompok Dara dan memeriksanya.
Dimas juga pernah tidak sengaja mendengar Dara menyenandungkan rivers flow in you saat berjalan menuju ruang latihan. Dimas memainkan gitar tadi adalah untuk latihan. Karena dia ingin menunjukkan penampilan yang memukau di depan Dara saat pesta perayaan ekskul nanti. Tim mereka rutin mengadakan pesta saat pertandingan selesai, meskipun hanya latihan tanding atau pertandingan antar sekolah. Menghibur diri kalau kata Pelatih Ren.
Saat pesta, tidak jarang anggota tim menunjukkan kemampuan mereka di luar judo, paling tidak seperti bernyanyi, atau penampilan akustik. Karena Dimas tahu Dara menyukai pemain gitar, dia ingin Dara tidak terpesona oleh orang lain, melainkan terpesona pada dirinya. Alasannya jelas, Dimas menyukai Dara. Tapi hanya dia simpan untuk dirinya sendiri, karena menurut Dimas menyukai diam-diam lebih mudah daripdaa ditolak dan berakhir canggung.
Dimas memang tidak sepandai Dara dalam menyembunyikan perasaannya. Dimas juga tahu kalau Dara adalah orang yang ceroboh. Mungkin orang lain akan menganggap kecerobohan Dara merepotkan, tapi bagi Dimas itu pesona tersendiri Dara. Dibanding ikut mencibir Dara, Dimas lebih ingin mengingatkan Dara letak kecerobohannya, Dimas ingin mengubah Dara menjadi orang yang lebih komtepen lagi. Hal itu akan menjadi kebanggannya, selain bisa lebih dekat dengan Dara tentunya.
Kalau soal kekuatan, Dimas tentu tidak meragukan Dara. Jelas saja, Dimas sudah sering dibanting Dara tanpa bisa mengelak melawan. Padahal Dimas termasuk pemain andalan loh di tim nya, sebelum Dara masuk tim tentu saja. Dimas juga pernah memergoki adik tingkatnya itu mengejar pencipet dan membanting pencopet tersebut di pinggir jalan.
Dimas juga tidak tahu bagaimana cerita rincinya karena Dimas saat itu ada di kafe seberang tempat kejadian, yang dia dengar dari Dennis adalah pejalan kaki yang baru saja keluar dari bank, dicopet dan pencopetnya lari ke arah Dara. Tentu saja langsung dibanting tanpa ampun oleh Dara.
Tidak hanya soal kekuatan, yang menarik perhatian Dimas adalah Dara yang sangat rajin latihan judo, bahkan saat tidak ada ekskulpun dia bisa ditemukan di ruang latihan. Tapi ternyata Dara merupakan juara umum di angkatannya. Juara umum loh, bukan hanya juara kelas. Dari 500 orang lebih teman se-angkatan Dara, dia termasuk jajaran 3 besar terpintar.
Dimas awalnya agak ragu, Dara yang disebut-sebut tiga besar itu adalah Dara adik tingkatnya di tim judo atau Dara yang lain. Tapi saat Dimas melihat Dara maju menerima penghargaan Dimas tidak bisa mengelak. Jujur saja, cukup sulit mengatur waktu untuk bersinar di ekskul dan di akademik sekaligus. Dara bahkan sempat ditunjuk mewakili ekskul judo dalam lomba cerfas pada festival sekolah bersama Ryan dan malah membawa hadiah juara satu.
Kalau diperhatikan, wajah Dara mungkin biasa saja, tidak terlalu cantik tapi juga tidak buruk, biasa saja, tapi kalau lebih diperhatikan, Dara sebenarnya termasuk katagori gadis yang manis, apalagi saat tersenyum. Munkin hanya kurang sedikit merawat diri.
Kalau soal ini Dimas maklum, kebanyakan gadis yang mengikuti ekskul bela diri memang kurang merawat diri, kalau tidak mau dibilang tomboi dan tidak bisa memakai make up. Berbeda dengan gadis-gadis lain yang akan memakai makeup tipis ke skoelah. Dara cenderung apa adanya, polis, bahkan bedak bayi pun sepertinya tidak. Tapi di mata Dimas, Dara adalah sosok yang sempurna dibalik segala kekurangan yang dimilikinya. Dara memiliki pesonanya sendiri. Dan pesona itu telah memikat Dimas.
"Err, Dimas." panggilan Dara membuyarkan lamunan Dimas.
"Ya?" jawab Dimas gelagapan. Malu juga Dimas dipergoki menatap Dara.
"Bisa pindahkan tangamu tidak? Bisa-bisa aku jadi semakin pendek karena tanganmu terlalu berat," ketus Dara, sebenarnya berusaha menyembunyikan kegugupannya. Padahal sudah terlihat jelas oleh Dimas.
"Sebenarnya aku malah sengaja ingin membuatmu pendek. Siapa tahu setelah ini kau jadi lebih mirip lagi dengan gantungan tasmu," tawa Dimas sambil menurunkan tangannya dari kepala Dara.
"Huh?" respon Dara sambil melihat gantungan tasnya. Saat menyadari maksud Dimas, Dara langsung menunjukkan wajah murka.
"Kau menyamakanku dengan bebek, hah? Kau benar-benar.." Dara memeloti Dimas, tapi Dimas malah hanya tertawa tak berdosa sambil sekali lagi mengacak rambut Dara. Usaha yang bagus untuk mencarikan suasana, Dimas. Tapi hanya berlangsung sekejak, karena detik selanjutnya jantung Dara malah berdetak lebih kencang karena Dimas lagi-lagi mengacak rambutnya.
Kedua kalinya hari ini. Mimpi apa Dara semalam, di hari pertama sekolah dia langsung bertemu dengan orang yang disukainya, bonus kepalanya diusak, tidak sekali tapi dua kali. Dara rasanya ingin berteriak sambil meloncat-loncat, tapi gengsi karena ada Dimas.
"Ngomong-ngomong. Dara, karena jalan pulang kita searah, mau makan es krim bersamaku tidak? Aku ingin makan es krim tapi malas sendirian..." Dalam hari Dimas merutuki dirinya sendiri karena melemparkan pertanyaan spontan pada Dara.
Jelas akan ditolak, Ryan yang lebih tampan darinya saja ditolak mentah-mentah oleh Dara, apalgi diriya. Padahal selama ini Dimas selalu mengambil langkah aman. Mungkin karena Dara memberikan respon yang berbda tadi saat Dimas mengacak rambutnya, karenanya dia berani menunjukkan sedikit usaha pendekatan.
"Boleh saja, aku juga sudah lama tidak makan es krim," jawab Dara pelan sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain, asal bukan Dimas.
Terkejut, sangat. itu adalah respon yang ditunjukkan Dimas. Pemuda itu menoleh cepat pada Dara hanya untuk menemukan gadis itu tersenyum malu-malu dengan semburat yang lebih pekat dari sebelumnya. Dimas tidak percaya Dara menerima ajakannya, tapi gelagat Dara menunjukkan indera pendengaran Dimas tida membohongi otaknya. Setelahnya, Dimas bergumam bahwa dia akan meletakkan gitar yang barusan dimainkannya ke tempat semula, membereskan barang-barangnya dan mengunci ruang musik.
Sambil menunggu Dimas, Dara berusaha menenangkan detak jatungnya dan meredakan semburat merah di wajahnya dengan mengibas-ngibaskan tangannya. Sia-sia sebenarnya tapi setidaknya Dara berusaha. Tanpa disangka, sepertinya perasaannya bersambut dengan perasaan Dimas. Dara harus memberitauh ibunya bahwa dia akan pulang sedikit terlambat, sebelum pikirannya yang pelupa kembali. Dara mengetik beberapa kalimat di ponselnya dan menekan tombol kirim tepat saat Dimas selesai mengunci ruang musik.
"Ayo" ajak Dimas. Sore itu mereka habiskan dengan duduk berhadapan sambil menghabiskan es krim kesukaan masing-masing, mengobrol hal-hal tidak penting, dan menertawai tingkah lucu teman satu tim mereka setelah dibanting Dara.