Akibat Diteriaki Virus Corona, Mayat Diindramayu Tidak Ada Yang Berani Evakuasi

INIKECE - Akibat dari penyebaran virus corona tersebut banyak sekali menjadi orang ketakutan dan lebih memilih untuk menjaga diri dan jauhi orang-orang terlebih dahulu. Banyak orang sekarang lebih memilih dirumah saja.

Keajaiban Bumi Yang Belum Terpecahkan Hingga Sampai Sekarang, Menjadi Misteri Bumi

INIKECE - Bumi selalu memiliki keajaiban, hingga fenomena alam yang luar biasa, sampai ada suatu tempat dimana tidak dapat diteliti keajaiban bumi tersebut dikarena masih menjadi misteri teka-teki bagi para ilmuan.

Cerita Power Girl! Pesona Sang Gadis Jagoan

INIKECE - Suara gaduh dan teriakan terdengar dari ruangan penuh matras dengan tulisan Ruang Latihan Judo itu. Terlihat seorang gadis dengan rambut kuncir kuda sedang bergulat dengan lelaki yang memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar darinya.

Ramalan April Hari Ini Berdasarkan Zodiak, Simak Yuk!

INIKECE - Diakhir pekan ini, ramalan zodiak hari ini meminta Scorpio dan Aquarius untuk lebih peka terhadap pasangan jika tidak ingin hubungan menjadi buruk. Sementara itu, Virgo diharapkan lebih waspada karena berisiko terkan alergi. .

Romance Remaja! So I Love My Ex - Dia Bukan Lagi Si Cungkring, Part 2

INIKECE - Aluna menarik dan membuang napasnya. Ia memalingkan wajah saat melihat keberadaan Zello. Oke, Aluna memang tahu Zello kuliah di tempat yang sama dengannya, tetapi dia tidak pernah tahu bahwa Zelo ada di Fakultas Ekonomi.

Showing posts with label cerita panjang. Show all posts
Showing posts with label cerita panjang. Show all posts

Keajaiban Bumi Yang Belum Terpecahkan Hingga Sampai Sekarang, Menjadi Misteri Bumi

Keajaiban Bumi Yang Belum Terpecahkan Hingga Sampai Sekarang, Menjadi Misteri Bumi

INIKECE - Bumi selalu memiliki keajaiban, hingga fenomena alam yang luar biasa, sampai ada suatu tempat dimana tidak dapat diteliti keajaiban bumi tersebut dikarena masih menjadi misteri teka-teki bagi para ilmuan.

Beberapa tempat misterius yang menjadi teka-tiki para ilmuwan hingga detik ini masih belum dapat memecahkannya. Hingga ada suata tempat yang membuat banyak orang takut dan merinding.

Teka-teki tempat ajaiban ini menjadi perhatian para arkeolog dan peneliti lantaran cukup unik. Berikut ada beberapa tempat paling misterius yang ada di bumi ini dan belum terpecahkan.

1. Teka-Teki Segitiga Bermuda


Ya, Daerah pulau yang berbentuk segitiga yang mengbungkan ujung selatan Florida, Bermuda, dan San Juan.

Tempat ini dinyatakan sebagai tempat yang paling misterius dan banyak ditakuti banyak orang jika melewati daerah tersebut.

Lokasi ini telah banyak terjadi peristiwa menghilangnya kapal dan pesawat hingga tidak dapat menemukan titik sinyal hilangnya mereka. Banyak sekali teori dan mitos yang berkembang seputar Segitiga Bermuda.

Kendati demikian, banyak juga orang yang percaya bahwa menghilangnya kapal dan pesawat di area Segitiga Bermuda bukanlah hal misterius, melainkan peristiwa yang dapat dijelaskan secara ilmiah.

2. Kota Yang Menghilang, Atlantis


Kota ini masih menjadi misteri para ilmuwan, apakah kota ini benar-benar ada? Pertama kali diperkenalkan kisahnya oleh Plato. Cerita Plato mampu membuat banyak percaya sampai banyak ilmuwan dan penjelajah memulai aksinya untuk mencari kota hilang tersebut.

Namun, tak ada hasil, tempat yang ditunjukin Plato tersebut tidak berhasil menumkan kota tersebut, sampai banyak yang menganggap bahwa Atlantis hanyalah kisah fiktif yang dibuat oleh Plato.

Akan tetapi, kota Atlantis yang hilang ini tetap menjadi misteri, benar-benar ada atau hanya sebuah kisah fiktif.

3. Piramida Giza


Tempat ini dinobatkan menjadi 7 tempat keajaiban dunia kuno, dan terus menjadi pusat perhatian para wisatawan dan masih dikunjungi hingga sekarang.

Yang menjadi misteri bagi para penelitian adalah bangunan yang dibangun sejak ribuan tahun yang lalu dengan ketinggian 455 kaki (137m) tanpa bantuan alat-alat modern mampu terbentuk dan kokoh.

Bahkan, Piramida ini adalah bangunan tertinggi hingga abad ke-14. Sampai saat ini, bangunan ini terus menjadi misteri peneliti yang belum kunjung terpecahkan.


4. Stonehenge



Tempat ini cukup unik, karena terlihat berbagai batu-batu besar yang tersusun tinggi. Tetapi tempat ini menjadi misteri bagi para peneliti. Berlokasi di Inggris, Stonehenge diperkirakan dibangun sejak lebih dari 5.000 tahun yang lalu.

Dimana saat tersebut belum ada alat bantu modern yang bisa mengangkat batu yang besar tersebut. Batu tersebut disusun hingga tinggi dan bertumpuk. Hal inilah yang menjadi menarik perhatian para peneliti dan para pengunjung.

5. The Racetrak, Death Valley National Park, California



Tempat misterius tetapi populer. Karena memiliki keanehan yang lembah ini. Terletak pada lembah terpencil diantara pegunungan Cottonwood dan Last Chance, Racetrack.

Sebelumnya tempat ini adalah danau, dan menjadi kering sehingga membuat permukaan tanah menjadi seperti pecah-pecah dan ada beberapa bebatuan disana.

Hal anehnya adalah batu tersebut dapat bergerak sendiri dan meninggalkan jejak seperti didorong seseorang dengan kekuatan misterius.

Namun, baru-baru ini para ilmuwan menemukan bahwa batu-batu itu sebenarnya digerakkan oleh angin ketiak tanah tertutup es.

6. Eternal Filame Falls, Chestnut Ridge Park



Fenomena alam ini menjadi pusat perhatian dikerenakan api yang hitung dibawah air terjun dan terus menyala. Terjadi di New York, rute ke Shale Creek di Chestnut Ridge Park.

Api yang menyala dibawah air terjun ini disebut dengan eternal flame falls. Disebut sebagai Api Abadi yang terbakar di balik air terjun ini dipicu oleh gas metana yang keluar melalui retakan dibatu.

Bila Api tersebut terkena aliran Air terjun dan padam, biasanya pengunjung akan sering menyalakannya kembali dengan korak api untuk menjaga api agar tetap hidup.

Cerita Power Girl! Pesona Sang Gadis Jagoan

Cerita Power Girl! Pesona Sang Gadis Jagoan

INIKECE - Suara gaduh dan teriakan terdengar dari ruangan penuh matras dengan tulisan Ruang Latihan Judo itu. Terlihat seorang gadis dengan rambut kuncir kuda sedang bergulat dengan lelaki yang memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar darinya.

Keringat mengalir deras dari wajah cantiknya dan membasahi rambut depan serta seragam kebanggannya. Lelaki yang berada dibawah kungkungan gadis tersebut menunjukkan wajah kesakitan dan segera minta dilepaskan dari latihan yang menyiksanya ini, tentu saja menyiksa jika kau hraus berhadapan dengan pemain andalan tim.

"Kemajuanmu cukup pesat dibandingkan bulan lalu, Dara, aku yakin kau sangat giat berlatih selama liburan." Seorang pria dengan tag Pelatih di dadanya memuji kemajuan Dara. Gadis yang dipuji hanya menampilkan cengiran lebarnya.

"Kau masih kalah jauh dibandingkan dengan adik tingkatmu, Dimas," imbuh pelatihnya.

"Tentu saja dia giat berlatih, dia sangat ingin mewakili tim kita di kejuaraan semester ini," cibir Dimas dengan intonasi mengejek meski tidak bisa menyembunyikan nada jenakanya.

Latihan sore itu diakhiri oleh Pelatih Ren setelah memberikan beberapa nasehat untuk latihan mandiri. Dara menegak air minumnya dengan rakus dan memasukannya kembali dalam tasnya. Gadis tingkat dua sekolah menegah atas itu siap melangkahkan kakinya menuju pintu keluar ruang latihan.

Dia cukup lelah dengan latihan kali ini, Pelatih Ren menyuruhnya melawan semua anggota tim yang kebanyakan laki-laki dengan badan yang lebih besar darinya. Seluruh tubuhnya sangat pegal sekarang, mungkin dia harus meminta ibunya membelikan koyo nanti.

Latihan-latihan selanjutnya pasti akan lebih berat dari ini, mengingat kejuaraan tingkat kota sebentar lagi akan berlangsung. Ah, Dara hampir lupa mengabari ibunya kalau dia akan segera pulang dan meminta ibunya menyiapkan air hangat untuk mandi.

Dara merogoh saku jaketnya dengan satu tangan, kemudian merogoh saku satunya dengan tangan yang lain. Tidak ada, Gadis itu kemudian membuka tasnya dan mencari-cari ponselnya. Tidak ada juga. Dara mendesah pelan kemudian mengacak rambutnya.

"Astaga aku lupa mengambil ponselku di tempat charger!" Gadis itu kemudian berlari kembali menuju sekolahnya, padahal dia sudah cukup jauh dari sekolah. Salahkan saja otak pelupanya. Ya, Dara memang andalan tim nya dalam judo, cukup good looking kalau tidak mau dibilang biasa saja, nilai pelajarannya juga sangat memuaskan karena tidak pernah absen menduduki peringkat 3 besar di angkatannya. Dara sangat mudah mengingat pelajaran, dia tidak ada masalah dalam mengafal, pelajaran yang perlu logika pun dia cukup pintar, satu hal yang menjadi kekurangannya. Pelupa.

Ya, Dara sangat pelupa dan ceroboh. Dia bahkan pernah meninggalkan kotak pensil berisi disk di sekolah. Disk itu berisi makalah yang harus dikumpulkan esok harinya. Mau tak mau, dia harus kembali lagi ke sekolah untuk mengambilnya. Saat menemukan kotak pensilnya, Dara dengan cepat mencari disk tersebut, nyatanya benda itu tidak ada di sana, tapi malah ada di kantong jaketnya.

Dara baru ingat saat pelajaran terakhir dia memasukkan disk tersebut ke kantong jaketnya. Parahnya lagi, itu jaket yang di pakai sekarang, jadi Dara berlari-lari ke sekolah demi disck yang ternyata dia kantongi dari rumah. Tingkat pelupa dan kecerobohannya parah.

"Ketemu." senyum gadis itu ketika menemukan ponselnya di meja ruang latihan. Dia mencabut charger-nya dan memastikan pengisi daya itu sudah aman dalam tasnya. Dara hanya tidak mau kembali ke seoklah tengah malam karena tidak bisa mengisi daya ponselnya di rumah nanti, okey?

Suasana gedung ekskul sekolahnya cukup sepi sore ini, padahal biasanya ada saja beberapa siswa yang betah di ruang ekskol hingga malam. 'Aaa, mungkin karena ini hari pertama sekolah' kata Dara dalam hati.

Dara melangkah kakinya sambil bersenandung kecil. Samar-samar dia mendengar petikan gitar dari ruang musik. Dara menajamkan pendengarannya, ia tahu melodi ini. Rivers flow in you. Dara sering mendegar karya-karya Yiruma dan beberapa versi akustiknya, tapi belum pernah melihat orang lain memainkan langsung di depan matanya.

Penasaran? Tentu saja, Dara memang mengagumi pemain gitar, melihat bagaimana jari-jari panjang pemainnya memetik senar dan menghasilkan melodi membuat mereka terlihat keren di mata Dara.

Dara sedikit berjinjit untuk mengintip di sela-sela jendela ruang musik. Terlihat seorang laki-laki yang memangku gitar sambil memejamkan matanya. Terlihat begitu menikmati irama yang ia ciptakan. Sosoknya yang diterpa sinar matahari sore itu melengkungkan senyum tipis dengan mata yang masih terpejam. Terlihat begitu indah. Jemarinya begitu lincah memetik senar dan mengubah kunci gitarnya. Lelaki itu terlihat berkeringat hingga membasahi seragam yang dia gunakan.

"Seragam Judo," bisik Dara.

1 detik, 2 detik, 3 det-


"Huh, seragam judo?" Dara mengernyit. Lelaki itu menggunakan seragam yang sama sepertinya. Dara sedikit memicing untuk memastikan siapa lelaki itu. Matanya sedikit silau sehingga tidak menyadari lebih awal kalau lelaki berada di tim yang sama dengannya, siapa?

Dara tahu beberapa anggota timnya ada yang mengikuti ekskul musik. Vincent, Jourdan, Ryan. Tapi sepertinya lelaki itu bukan mereka bertiga. Siapa. Dara tidak bisa melihat dengan jelas. Tiba-tiba lelaki itu membuka matanya, tatapan mereka bertemu. Posisi dara memang berhadapan dengan lelaki itu. Dara terkejut. Lelaki itu juga menunjukkan gestur terkejut.

"Dara?" kata lelaki itu. Dara salah tingkah, dia ketahuan. Parahnya dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki itu. Dara mengumpat dalam hati. "Memalukan Dara. sekarang di mana akan kau taruh mukamu?"

"Apa yang kau lakukan disini? Tanya lelaki itu sambil mendekati jendela tempat Dara mengintip. Tunggu, suara ini kan suara menyebalkan Dim-

"Kau sedang mengintipku, ya? Aku tak tahu ternyata Dara, si Ace tim judo ternyata hobi mengintip," kata lelaki itu dengan nada menyindir. Tapi jelas-jelas wajahnya menunjukkan seringai narsis.

"Kalau aku tahu itu kau, aku juga malas mengintipmu," dengus Dara. Dimas hanya menampilkan senyum lembutnya.

"Jadi, apa yang membawamu kemari?" tanya Dimas, kali ini bersungguh-sungguh.

"Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar suara gitar, itu saja," Dara menjawab acuh.

"Hahahaha... Dara, kau kira aku tidak tahu, kau bahkan sudah pulang hampir 30 menit yang lalu, aku juga melihatmu keluar gerbang sekolah. Ayolah kau pasti menungguku dan kembali untuk mecariku kan? Sudah mengaku saja," goda Dimas panjang lebar tanpa menghilangkan cengirannya.

Dara hanya melongo di tempatnya, apa yang salah dengan kakak tingkat satu timnya ini, tidak biasanya Dimas senarsis ini. Apa kepalanya tadi terbentur waktu Dara banting tadi?

"Kau ge-er sekali, aku kembali untuk mengambil ponselku, aku meninggalkannya di ruang latihan. Lalu saat berjalan pulang aku mendengar ada yang memainkan rivers flow in you. Aku hanya penasaran jadi aku mengintip sedikit, bukannya untuk menunggu apalagi mencarimu. Narsis sekali," omel Dara.

"Baiklah baiklah, aku percaya, kau bawel sekali" tawa Dimas sambil mengusak rambut adik tingkatnya itu. Deg. Dara kaget setengah mati dengan perlakuan tiba-tiba Dimas. Setelahnya Dara hanya terdiam kaku di tempatnya. Tangan Dimas masih bertengger di kepala Dara, sepertinya tidak ada niat untuk menarik tangannya dalam waktu dekat.

Dara masih tidak bergerak, Deg deg deg. Sialan, salahkan saja jantungnya yang tiba-tiba memompa terlalu cepat. Dara merasa nyeri di dadanya, sementara perutnya seperti di penuhi kupu-kupu. Di satu sisi Dara tidak menyukai reaksi tubuhnya, tapi juga menyukainya di saat yang sama. Rasa berdebar ini sama seperti saat Dara melihat Dimas di tim judo ketika Dara menjadi siswa baru. Ya, Dara menyukai Dimas. Diam-diam selama hampir 1 tahun ini sejak orientasi siswa baru.

Dara bergabung dengan ekskul judo karena dia memang sudah mengikuti bela diri itu sejak sekolah menengah pertama, jadi dia hanya melanjutkan kembali di sekolah menengah atas. Tidak tahunya, ternyata senior yang berhasil memikat Dara saat orientasi juga berada di ekskul yang sama.

Malam saat penyambutan anggota ekskul Dara bahkan tidak bisa tidur saking girangnya. Tapi berterimakasihlah karena Dara pandai menyembunyikan perasaannya sehingga dia terlihat biasa saja di depan Dimas selama ini, termasuk saat harus membanting Dimas selama sesi latihan. Padahal sebenarnya....

Tapi tidak untuk saat seperti ini. Ini di luar kendali Dara. Mungkin ini hanya bentuk Dimas untuk mengakrabkan diri sebagai kakak tingkat pada adik tingkatnya. Dara sering melihat Dimas melakukan hal yang sama pada teman laki-laki angkatan Dara di tim judo.

Tapi Dara berbeda Ya Tuhan. Dara menahan napasnya tanpa sadar dan semburat tipis mulai merambat menghiasi pipinya. Hal ini tentu saja tidak luput dari penghilatan Dimas. Lelaki itu hanya menampilkan senyum lembut yang sangat tipis.

Manis sekali. Pikir Dimas. Reaksi Dara di luar dugaan Dimas, dia tidak menyangka Dara akan bertingkah gugup di depannya saat ini, padahal gadis ini biasanya sangat bengis saat membanting dirinya di ruang latihan. Tapi tentu saja, Dimas menyukai reaksi Dara. Dimas memang sudah lama memperhatikan Dara. Dara merupakan satu dari sebagian kecil anak perempuan yang bergabung dengan tim judo.

Awalnya Dimas sempat memandang rendah Dara pada awal Dara bergabung. Dia berpikir apa yang bisa dilakukan anak perempuan kurus di judo. Tubuh semampai Dara sama sekali tidak memperlihatkan otot, malah saat itu tergolong sangat kurus untuk orang yang biasanya mengikuti beli diri.

Dimas berpikir mungkin Dara hanya bergabung agar bisa dekat dengan anak laki-laki atau kakak tingkat yang tampan karena bisa dibilang anak-anak di tim judo cukup tampan dibandingkan ekskul lainnya. Dimas hanya bisa memasang wajah kecut saat ingat bagaimana pertama kali tubuhnya dibanting ketika dia menjadi lawan Dara.

Harga diri Dimas jatuh. Bagaimana mungkin dia yang lebih besar bisa kalah apalagi dibanting dengan begitu mudah oleh siswa baru yang sangat kurus dan yang terpenting adalah PEREMPUAN.

Saat itu pelatih bahkan juga tercengang dengan kemampuan Dara. Usut punya usut, ternyata Dara memang sudah mengikuti judo sejak sekolah menengah pertama dan pernah memenangkan medali perak kejuaraan provinsi. Dia terlihat kurus karena baru sembuh dari sakit dan mengatakan akan menaikkan berat badan kedepannya.

Setidaknya saat itu Dimas hanya malu dalam hatinya karena meremehkan Dara. Sejak saat itu Dimas diam-diam sering memperhatikan Dara. Dimas juga tahu bahw Dara menyukai pemain gitar, pemain basket dan pemain piano. Tahu darimana? Dimas pernah menjadi panitia orientasi siswa baru, ingat? Saat itu siswa baru diminta menuliskan apa yang mereka sukai, dan sangat kebetulan Dimas mengambil milik kelompok Dara dan memeriksanya.

Dimas juga pernah tidak sengaja mendengar Dara menyenandungkan rivers flow in you saat berjalan menuju ruang latihan. Dimas memainkan gitar tadi adalah untuk latihan. Karena dia ingin menunjukkan penampilan yang memukau di depan Dara saat pesta perayaan ekskul nanti. Tim mereka rutin mengadakan pesta saat pertandingan selesai, meskipun hanya latihan tanding atau pertandingan antar sekolah. Menghibur diri kalau kata Pelatih Ren.

Saat pesta, tidak jarang anggota tim menunjukkan kemampuan mereka di luar judo, paling tidak seperti bernyanyi, atau penampilan akustik. Karena Dimas tahu Dara menyukai pemain gitar, dia ingin Dara tidak terpesona oleh orang lain, melainkan terpesona pada dirinya. Alasannya jelas, Dimas menyukai Dara. Tapi hanya dia simpan untuk dirinya sendiri, karena menurut Dimas menyukai diam-diam lebih mudah daripdaa ditolak dan berakhir canggung.

Dimas memang tidak sepandai Dara dalam menyembunyikan perasaannya. Dimas juga tahu kalau Dara adalah orang yang ceroboh. Mungkin orang lain akan menganggap kecerobohan Dara merepotkan, tapi bagi Dimas itu pesona tersendiri Dara. Dibanding ikut mencibir Dara, Dimas lebih ingin mengingatkan Dara letak kecerobohannya, Dimas ingin mengubah Dara menjadi orang yang lebih komtepen lagi. Hal itu akan menjadi kebanggannya, selain bisa lebih dekat dengan Dara tentunya.

Kalau soal kekuatan, Dimas tentu tidak meragukan Dara. Jelas saja, Dimas sudah sering dibanting Dara tanpa bisa mengelak melawan. Padahal Dimas termasuk pemain andalan loh di tim nya, sebelum Dara masuk tim tentu saja. Dimas juga pernah memergoki adik tingkatnya itu mengejar pencipet dan membanting pencopet tersebut di pinggir jalan.

Dimas juga tidak tahu bagaimana cerita rincinya karena Dimas saat itu ada di kafe seberang tempat kejadian, yang dia dengar dari Dennis adalah pejalan kaki yang baru saja keluar dari bank, dicopet dan pencopetnya lari ke arah Dara. Tentu saja langsung dibanting tanpa ampun oleh Dara.

Tidak hanya soal kekuatan, yang menarik perhatian Dimas adalah Dara yang sangat rajin latihan judo, bahkan saat tidak ada ekskulpun dia bisa ditemukan di ruang latihan. Tapi ternyata Dara merupakan juara umum di angkatannya. Juara umum loh, bukan hanya juara kelas. Dari 500 orang lebih teman se-angkatan Dara, dia termasuk jajaran 3 besar terpintar.

Dimas awalnya agak ragu, Dara yang disebut-sebut tiga besar itu adalah Dara adik tingkatnya di tim judo atau Dara yang lain. Tapi saat Dimas melihat Dara maju menerima penghargaan Dimas tidak bisa mengelak. Jujur saja, cukup sulit mengatur waktu untuk bersinar di ekskul dan di akademik sekaligus. Dara bahkan sempat ditunjuk mewakili ekskul judo dalam lomba cerfas pada festival sekolah bersama Ryan dan malah membawa hadiah juara satu.

Kalau diperhatikan, wajah Dara mungkin biasa saja, tidak terlalu cantik tapi juga tidak buruk, biasa saja, tapi kalau lebih diperhatikan, Dara sebenarnya termasuk katagori gadis yang manis, apalagi saat tersenyum. Munkin hanya kurang sedikit merawat diri.

Kalau soal ini Dimas maklum, kebanyakan gadis yang mengikuti ekskul bela diri memang kurang merawat diri, kalau tidak mau dibilang tomboi dan tidak bisa memakai make up. Berbeda dengan gadis-gadis lain yang akan memakai makeup tipis ke skoelah. Dara cenderung apa adanya, polis, bahkan bedak bayi pun sepertinya tidak. Tapi di mata Dimas, Dara adalah sosok yang sempurna dibalik segala kekurangan yang dimilikinya. Dara memiliki pesonanya sendiri. Dan pesona itu telah memikat Dimas.

"Err, Dimas." panggilan Dara membuyarkan lamunan Dimas.

"Ya?" jawab Dimas gelagapan. Malu juga Dimas dipergoki menatap Dara.

"Bisa pindahkan tangamu tidak? Bisa-bisa aku jadi semakin pendek karena tanganmu terlalu berat," ketus Dara, sebenarnya berusaha menyembunyikan kegugupannya. Padahal sudah terlihat jelas oleh Dimas.

"Sebenarnya aku malah sengaja ingin membuatmu pendek. Siapa tahu setelah ini kau jadi lebih mirip lagi dengan gantungan tasmu," tawa Dimas sambil menurunkan tangannya dari kepala Dara.

"Huh?" respon Dara sambil melihat gantungan tasnya. Saat menyadari maksud Dimas, Dara langsung menunjukkan wajah murka.

"Kau menyamakanku dengan bebek, hah? Kau benar-benar.." Dara memeloti Dimas, tapi Dimas malah hanya tertawa tak berdosa sambil sekali lagi mengacak rambut Dara. Usaha yang bagus untuk mencarikan suasana, Dimas. Tapi hanya berlangsung sekejak, karena detik selanjutnya jantung Dara malah berdetak lebih kencang karena Dimas lagi-lagi mengacak rambutnya.

Kedua kalinya hari ini. Mimpi apa Dara semalam, di hari pertama sekolah dia langsung bertemu dengan orang yang disukainya, bonus kepalanya diusak, tidak sekali tapi dua kali. Dara rasanya ingin berteriak sambil meloncat-loncat, tapi gengsi karena ada Dimas.

"Ngomong-ngomong. Dara, karena jalan pulang kita searah, mau makan es krim bersamaku tidak? Aku ingin makan es krim tapi malas sendirian..." Dalam hari Dimas merutuki dirinya sendiri karena melemparkan pertanyaan spontan pada Dara.

Jelas akan ditolak, Ryan yang lebih tampan darinya saja ditolak mentah-mentah oleh Dara, apalgi diriya. Padahal selama ini Dimas selalu mengambil langkah aman. Mungkin karena Dara memberikan respon yang berbda tadi saat Dimas mengacak rambutnya, karenanya dia berani menunjukkan sedikit usaha pendekatan.

"Boleh saja, aku juga sudah lama tidak makan es krim," jawab Dara pelan sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain, asal bukan Dimas.

Terkejut, sangat. itu adalah respon yang ditunjukkan Dimas. Pemuda itu menoleh cepat pada Dara hanya untuk menemukan gadis itu tersenyum malu-malu dengan semburat yang lebih pekat dari sebelumnya. Dimas tidak percaya Dara menerima ajakannya, tapi gelagat Dara menunjukkan indera pendengaran Dimas tida membohongi otaknya. Setelahnya, Dimas bergumam bahwa dia akan meletakkan gitar yang barusan dimainkannya ke tempat semula, membereskan barang-barangnya dan mengunci ruang musik.

Sambil menunggu Dimas, Dara berusaha menenangkan detak jatungnya dan meredakan semburat merah di wajahnya dengan mengibas-ngibaskan tangannya. Sia-sia sebenarnya tapi setidaknya Dara berusaha. Tanpa disangka, sepertinya perasaannya bersambut dengan perasaan Dimas. Dara harus memberitauh ibunya bahwa dia akan pulang sedikit terlambat, sebelum pikirannya yang pelupa kembali. Dara mengetik beberapa kalimat di ponselnya dan menekan tombol kirim tepat saat Dimas selesai mengunci ruang musik.

"Ayo" ajak Dimas. Sore itu mereka habiskan dengan duduk berhadapan sambil menghabiskan es krim kesukaan masing-masing, mengobrol hal-hal tidak penting, dan menertawai tingkah lucu teman satu tim mereka setelah dibanting Dara.

Ramalan April Hari Ini Berdasarkan Zodiak, Simak Yuk!

Ramalan April Hari Ini Berdasarkan Zodiak, Simak Yuk!

INIKECE - Diakhir pekan ini, ramalan zodiak hari ini meminta Scorpio dan Aquarius untuk lebih peka terhadap pasangan jika tidak ingin hubungan menjadi buruk. Sementara itu, Virgo diharapkan lebih waspada karena berisiko terkan alergi.

Berita baiknya, terbuka peluang karier yang bagus untuk Leo dan Cancer. Peluang apakah itu? Bagimana dengan nasib zodiak lainnya?
  • Zodiak Leo
Cinta : Leo akan bertemu seseorang yang memiliki selera humor yang tinggi. Dengan dia, kamu bisa menjadi diri sendiri.

Karier : Proyek-proyek yang telah kamu kerjakan dengan rajin sekarang dapat dipublikasikan. Bagi Leo yang memiliki usaha sendiri, kesuksesan akan datang.

Kesehatan : Menjaga kesehatan dimulai dari memerhatikan apa yang kamu makan, seberapa sering kamu berolahraga, dan istirahat.
  • Zodiak Virgo
Cinta : Pastikan pasangan tahu bahwa kamu menganggapnya penting. Buatlah dia merasa nyaman di dekatmu.

Karier : Virgo harus menunjukkan bakat  dan keterampilan saat mengerjakan berbagai topik. Percayalah bahwa apa yang kamu kerjakan akan berhasil.

Kesehatan : Jika alergi ringan atau masalah kesehatan lainnya datang, obati segera. Jangan lupa perhatikan pola makan.
  • Zodiak Libra
Cinta : Hari ini bisa menjadi titik balik dalam hubungan Libra. Kamu dapat memahami seseorang yang dekat denganmu secara lebih dalam. Kamu akan membuat keputusan yang tepat mengenai arah hubungan ini.

Karier : Hari ini Libra tidak merasa begitu percaya diri, tetapi kamu harus menyembunyikan keraguanmu. Mengungkapkannya pada banyak orang hanya akan membuat mereka meragukan kemampuanmu.

Kesehatan : Berhenti dari kebiasaan yang Libra tahu berbahaya bagi kesehatan. Diet boleh, tapi perhatikan asupan gizimu agar tetap cukup. Jangan hanya fokus pada berat badan.
  • Zodiak Scorpio
Cinta : Jika kamu ingin mengatakan sesuatu kepada pasangan, coba jangan terlalu brutal. Atur kata-katamu. Jika tidak, ia akan tersakiti dan akhirnya kamu menyesali apa yang kamu katakan.

Karier : Scorpio yang terlibat dalam sektor jasa dapat meningkatkan pendapatan. Namun, jika ini tidak terjadi, kamu dapat mengungkapkan pendapat jujur dan keluahnmu akan didengarkan dengan pasti.

Kesehatan : Hilangkan stres dan ketegangan yang menumpuk di pikiran dengan mendengarkan podcast motivasi atau jadwalkan pihak relaksasi. Masalah kulit ringan seperti jerawat bisa mengganggu hari ini.
  • Zodiak Sagitarius
Cinta : Sagitarius sedang jatuh cinta. Meskipun sekarang lebih mirip persahabatan, hubungan ini bisa lebih kuat dari waktu ke waktu.

Karier : Kamu harus berbahagia karena memiliki kekayaan yang kamu inginkan. Namun, Sagitarius harus tetap tenang karena situasi tertentu dapat muncul dan membuatmu marah.

Kesehatan : Kamu perlu menjaga kesehatan orang yang kamu cintai. Karena kamu juga bisa mendapatka infeksi dari mereka. Manfaatkan waktu luang untuk jogging, berenang, hiking, atau bersepeda.

Cinta : Berlalunya waktu mungkin telah meringankan rasa sakit akibat berakhirnya hubunga di masa lalu. Ini adalah kesempatan untuk memulai hubungan baru.

Karier : Pengeluaran terkendali. Cobalah untuk mengembangkan potensi diri terutama yang berkaitan dengan pekerjaan kreatif.

Kesehatan : Lindungi diri dari penyakit ringan hari ini. Penyakit ini mungkin disebabkan oleh beban emosional. Lakukan aktivitas yang bisa membuat terhibur dan bahagia. Seperti yang dikatakan Socrates "Saya memutuskan untuk bahagia karena itu baik untuk kesehatan saya".
  • Zodiak Aquarius
Cinta : Jangan mempermainkan kesabaran pasangan. Dia menoleransi dan coba menyenangkanmu terlepas dari reaksi dingin yang kamu berikan. Jangan biarkan dia kehilangan kesabaran.

Karier : Keinginan dan impian yang tidak sesuai dengan kenyataan membuatmu pesimis dan enggan utnuk bertindak. Sabarlah dan terus belajar serta bekerja keras. Kamu mungkin bertemu dengan seseorang yang akan membawa pengaruh positif terhadap kariermu.

Kesehatan : Mengalami masalah pernapasan ringan. Hindari hal-hal yang dapat memicu alergi.
  • Zodiak Pisces
Cinta : Pisces yang disibukkan oleh urusan tertentu menjadikanmu sulit merespon pasangan secara positif. Kamu sedang sensitif, tapi jangan jadikan pasangan pelampiasan.

Karier : Pisces bisa mendapatkan tawaran pekerjaan yang benar-benar fantastis. Tapi hati-hati jika Pisces harus memeriksa dokumen keuangan.

Kesehatan : Jaga kesehatan kulit. Konsumsi makanan sehat seperti jus buah dan salad. Tentu saja psatikan cukup air putih.
  • Zodiak Aries
Cinta : Sudah saatnya Aries menilai hubungan secara objektif. Apakah kamu siap untuk membawanya ke level selanjutnya? Ini adalah waktu terbaik untuk mengambil tindakan tegas terkait hubugan.

Karier : Hari ini, Aries dapat merasa sangat sibuk dengan proyek yang datang terus menerus. Tapi tetap prioritaskan dirimu dan istirahatlah. Keuangan lancar dan kamu juga dapat bonus.

Kesehatan : Pergi ke tempat spa atau pijat. Aries juga perlu minum air secara cukup agar kulit wajah terlihat segar.
  • Zodiak Taurus
Cinta : Orang-orang di sekitar akan menilai pasanganmu. Jangan biarkan itu memengaruhimu. Ikuti kata hati dan pertahankan harga dirimu.

Karier : Terus lakukan pekerjaan dengan baik. Pertahankan harmoni dengan kolega. Jangan serakah menghabiskan uang.

Kesehatan : Bersantai dan lakukan kegiatan rekreasi yang akan menyehatkan otak. Rencanakan untuk bersepda di akhir pekan.
  • Zodiak Gemini
Cinta : Ego Gemini sangat mungkin menyebabkan masalah dalam hubungan. Cobalah untuk introspeksi diri dan lihat masalah dari sudut pandang yang berbeda.

Karier : Kamu mungkin diminta untuk melakukan pekerjaan yang sangat baru bagimu. Kamu awalnya ragu tapi ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan Gemini.

Kesehatan : Lakukan olahraga renang atau bersepeda untuk melancarkan sirkulasi darah, merenggangkan otot, dan melatih pernapasan.
  • Zodiak Cancer
Cinta : Cancer mungkin perlu menyesuaikan sikap terhadap orang yang kamu cintai. Karena ia cenderung mengalami stres,

Karier : Cancer yang bekerja sebagai guru, pengkhotbah, pengacara, dan politis akan berprestasi dalam profesi mereka. Peningkatan pendapatan juga mungkin terjadi.

Kesehatan : Cancer mungkin limbung secara emosional. Segera cari tahu alasannya. Dengan begitu kamu dapat menemukan solusinya.

Romance Remaja! So I Love My Ex - Dia Bukan Lagi Si Cungkring, Part 2

Romance Remaja! So I Love My Ex - Dia Bukan Lagi Si Cungkring, Part 2

INIKECE - Aluna menarik dan membuang napasnya. Ia memalingkan wajah saat melihat keberadaan Zello. Oke, Aluna memang tahu Zello kuliah di tempat yang sama dengannya, tetapi dia tidak pernah tahu bahwa Zelo ada di Fakultas Ekonomi.

Tanpa sadar ia menghela napas lega. Ia bersyukur mereka tidak satu fakultas. Coba iya, sudah pasti peluang untuk kembali bertemu dengan Zello akan lebih besar.

Aluna sendiri tidak menyangka ia bisa lolos Seleksi Mandiri di universitas ini. Aluna sudah hampir putus asa saat belum juga menemukan kampus untuk kuliah.

Aluna sempat gagal lagi pada ujian tes tulis pada tahun kedua kelulusannya. Ia membaung napasnya, teringat lagi oleh sosok penolongnya, Om Andre. Beliau adalah sahabat mamanya yang kebetulan mengajar di kampus ini. Mereka tak sengaja bertemu waktu ia ujian tes tulis yang bertempat di kampusnya sekarang.

Aluna sempat ragu saat Om Andre menawarkan bantuan agar dapat diterima di kampus ini. Dia tahu bahwa Zello pun kuliah di sini. Kesempatan mereka bertemu akan terbuka lebar. Namun, di sisi lain, kalau dia menolak belum tentu dia bisa diterima di kampus favorit lainnya. Pada akhirnya Aluna menerima tawaran itu.

"Woii, lo ngelamunn, noh dicariin," teriak Alya, membuat Aluna gelagapan.

Matanya mengerjap-ngerjap. Ia mengucek matanya berkali-kali. Di hadapannya ada seseorang yang tidak pernah ingin Aluna temui. Bukan karena benci, melainkan karena Aluna malu saat harus bertemu mantan pacarnya yang bernama Zello yang ada di depannya sudah jadi cowok charming.

Meski tidak memiliki badan kekar, cowok itu enak dilihat. Badannya lebih berisi dan lebih tegap daripada kali terakhir mereka bertemu, satu tahun lewat empat bulan yang lalu. Bahkan, Aluna masih hafal kapan kali terakhir mereka bertemu. Saat itu hubungan mereka sudah berakhir.

"Apa kabar, Lun?" tanya Zello, laki-laki itu menatapnya dengan sebuah senyum yang selalu Aluna rindukan.

"Eh, oh baik," kata Aluna kikuk. Zello tertawa kecil sementara Alya melongo di sampingnya, Alya ingat siapa Zello, ia pernah melihat Zello di fakultas mereka.

"Mama nanyain kamu, katanya mau minta diajarin bikin kue. Kapan-kapan mampir, Lun."

Aluna tersedak ludahnya sendiri, Alya langsung menepuk punggungnya berkali-kali sampai ia menatap Alya tajam karena tepukan gadis itu cukup kencang.

"Zell, balik ke fakultas woi, udah waktunya rapat. Bos besar WA gue tadi," teriak salah seorang teman Zello dari kejauhan. Zello mengangguk.

"Kamu kuliah di sini, kan, Lun? Ambil jurusan apa?" tanya Zello lagi. Aluna hanya diam menatap Zello. Dia kehilangan kata-kata.

"Seni Rupa."

Bukan Aluna yang menjawab, melainkan Alya. Zello tersenyum tipis.

"Aku duluan, Lun, Dik," kata Zello. Ia mengamati Alya sekilas. Karena tidak tahu nama Alya, jadi dia memanggilnya 'Dik'. Dia yakin Alya adalah mahasiswa baru, satu angkatan dengan Aluna.

Zello lalu beranjak dari hadapan Aluna, meninggalkan mantan pacaranya yang sedang terkejut itu.

***

"Davvv, gue ketemu lagi sama dia," jerit Aluna, ia rebahkan di kamar Davika. Sementara itu, Davika malah terbahak melihat Aluna yang absurd. Aluna memang seperti itu, selalu tampak ceria, seakan tidak pernah mengalami hal buruk dalam hidupnya.

Namun, pada beberapa waktu, Aluna bisa menjadi orang paling menyedihkan yang pernah Davika lihat. Wajah cerianya hanya topeng. Davika tahu Aluna tidak sekuat itu.

"Jantung gue, kok, masih deg-degan, ya, Dav? Gimana, dong?"

"Ya, itu tandanya lo masih cinta sama dia."

Aluna meringis. Ia lalu berguling-guling di kasur Davika. Aluna memikirkan sosok Zello yang tadi ia temui. Sudah lama sekali tidak bertemu Zello, banyak perubahan pada diri laki-laki itu. Mungkin, juga termasuk perasaannya kepada Aluna.

"Rusak deh, Dav, move on gue."

"Makanya, kalau masih sayang ngapain putus? Siapa suruh lo mutusin dia, heh?"

Aluna cemberut. "Ya, kan, gue pikir dia masih suka sama lo, makanya gue putusin. Gue kan, nggak mau nyiksa perasaan orang. Lagian dia juga jarang komunikasi sama gue dulu. Jarang ngajak gue jalan, nggak kayak pas sama lo."

Davika menghela napasnya, ia melempar kulit kacang kepada Aluna.

"Makanya jangan suka ambil keputusan sepihak. SUka ne-think, sih. Lagian yang ngakhirin hubungan gue sama Zello itu Zello sendiri."

Aluna terkesiap, ia bangkit dari tidurnya. "Masa?"

"Heeeh, ngapain gue bohong? Perasaan udah cerita deh, dasar pelupa."

Gadis itu menutup wajahnya dengan dua telapak tangan. "Bodo ah, intinya kan, udah putus. Bubar, gerak."

"Makanya, Lun. Pikiran negatifnya jangan dipelihara terus. Pikiran itu bakal selalu jadi racun dalam hidup lo."

Aluna menarik napasnya berat. Ia menatap Davika sekilas, lalu memejamkan kedua matanya. Ia mencoba menahan gejolak yang meletup-letup. Davika memang tahu banyak hal tentangnya. Aluna membagi banyak kisah hidupnya kepdaa Davika.

"Gue udah nyoba, tapi nggak segampang itu, Dav."

Ada kepasrahan di mata Aluna, kepasrahan yang dipenuhi luke terpendam. Davika menepuk bahu gadis itu. Memberikanya kekuatan dan rasa empati.

"Lo tahu, lo nggak sendiri. Ada gue di sini."

"Lo emang yang selalu ngertiin gue, Dav."

Davika tersenyum hangat. "Udahlah, mending lo tidur, gue mau telepon cowok gue dulu."

Aluna mendengkus. "Iya, iya yang punya cowok. Gue mah apa atuh, jomblo karatan."

"Hahaha...."

***

"Maaa... Bang Zello pulang!" teriak seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun, namanya Aika, satu-satunya adik perempuan Zello.

"Adik nggak boleh teriak. Anak gadis nggak baik teriak-teriak gitu" omel keya. Ia datang menghampiri dua anaknya di ruang tamu.

"Tapi, kata nenek, Mama dulu suku buka teriak-teriak" kata Aika dengan cengar-cengir lebarnya Zello hanya terkekeh.

"Hussstttt... udah, kamu sana ke kamar, belahar sama kak Arsyad."

"Iya deh, iya."

Gadis kecil itu berbalik masuk ke dalam rumahnya sementara Keta menatap anak laki-lakinya yang sudah berusia sembilan belas tahun itu.

"Ma, aku tadi ketemu Aluna di kampus," kata Zello. Ia adalah tipe anak yang selalu menceritakan semua hal kepada mamanya. Berbeda dengan papa yang tertutup, Zello mewarisi sikap terbuka mamanya. Meski, kadang-kadang sang mama menyebut Zello itu kurang peka.

"Oh, ya? Dia sekampus, dong, sama kamu?"

"Ya..."

Mamanya tersenyum lebar, "jodoh kali, bang. Tapi, kok bisa ketemu, sih?"

"Tadi aku jadi perwakilan BEM untuk menghadiri undangan acara di FE, terus nggak sengaja ketemu."

"Kamu suruh main ke sini, nggak?"

"Sudah, tapi paling nggak mau anaknya."

Wajah keya berbinar. Mamanya itu memang menyukai gadis bernama Aluna. Aluna anak yang ceria dan tidak banyak tingkah seperti kebanyakan gadis remaja seusianya. Yang plaing penting, Aluna itu pintar bikin kue. Sama seperti ibu-ibu kebanyakan, Keyana menyukai sosok gadis yang pandai memasak seperti Aluna.

"Pasti mau. Ngomong-ngomong, kenapa nggak ajak balikan aja sih, Bang?"

Alis Zello terangkat, ia menatap mamanya aneh.

"Kan dia yang minta putus, Ma. Ngapain aku harus minta balikan?"

Mamanya berdecak. Zello memang begini, terlalu datar dan menyebalkan untuk urusan perempuan. Anak laki-laki ini tak pernah ambil pusing soal urusan pacar, kalau Zello pernah pacaran, itu hanya dengan Aluna dan Davika. Setelah putus dengan Aluna, anaknya itu masih betah menjomblo sampai saat ini.

"Emang kamu nggak bosen jadi jomblo?"

Zello menggeleng. Ia menyadarkan punggungnya di bahu sofa. Entahlah apa yang sedang dipikirkannya.

"Nggak, fokus kuliah dulu."

"Ya, bagus deh, kalau kamu mau fokus kuliah, Mama nggak ngelarang. Kalau mau pacaran juga mama nggak akan larang, itu kan hidup kamu, sudah besar kan kamu, sudah harus ngerti mana yang harus jadi prioritas."

Zello tersenyum. "Aku mau istirahat dulu, Ma."


***

Aluna mengerutkan dahinya saat mengisi formulis pendaftaran pengurus BEM F periode tahun ini. Ia mengecek sekali lagi formulir yang baru saja diisinya, sambil meneliti apakah ada yang kurang atau tidak.

Akan tetapi, saat matanya tertuju pada tulisan "bakat", Aluna hanya menghela napas. Ia hanya bisa melukis dan membuat kue, itu pun bukan karena bakat, melainkan minat.

Tidak mungkin kan, dia menunjukkan bakat itu saat tes nanti? Aluna bahkan tidak tahu ia memiliki bakat apa, kalau sekadar nyanyi ala kamar mandi sih, ia bisa.

"Haduh pusing, apaan ya? Akting? Astagaaa...." katanya mulai panik.

"Udah selesai, belum? Kalau udah ke Ormawa yuk, kita harus cepat nyerahin formulir ini," kata Alya sambil memperhatikan formulir Aluna.

"Lo milih kementerian apa, Al?"

"Gue milih kementerian Bakat dan Minat, dong, hehe..."

"Ya udah deh, gue Infokom aja,"

Dengan keyakinan penuh, Aluna mencentang kementerian Infokom sebagai pilihannya untuk mendaftar menjadi pengurus BEM F. Dalam hati ia berdoa. Semoga pilihannya tepat dan tidak salah. Ia suka menulis, jadi mungkin nanti bisa mengurus salah satu program kerja  Infokom yang berhubungan dengan tulis-menulis, pers misalnya.

"Al, kayaknya gua pernah lihat cowok yang nyamperin lo kemarin, deh," kata Alya saat mereka berjalan menuju Ormawa.

"Hah, masa?"

"Ho'oh, di fakultas ini."

"Halah, salah lihat paling, dia kan, anak FE," elak Aluna. Dalam hati ia sudah berdoa, semoga ia tak lagi bertemu Zello, atau upayanya untuk move on akan rusak.

Romance Remaja! So I Love My Ex, Part 1

Romance Remaja! So I Love My Ex, Part 1

INIKECE - Si Cungkring, Kamu adalah kenangan, kenangan yang tanpa sadar masih terus kusemogakkan.


"Bagaimana kuliahmu? Nyaman dengan jurusanmu?" tanya Jiver, papa dari seorang laki-laki bernama Zello.

"Nyaman, Pa."

Sang Papa tersenyum lebar. Pria itu menatap bangga kepada anaknya karena jurusan yang dipilih oleh Zello memang tidak biasa. Sastra Indonesia. Untuk ukuran seorang laki-laki yang lahir dari keluarga berkecukupan seperti Zello, jurusan itu termasuk yang jarang dilirik. Kedokteran, Hukum, Manajemen, menjadi jurusan yang lebih populer.

"Organisasi kampus, bagaimana?"

Zello menarik napasnya panjang. "Ya, seperti biasa."

"Ya, ya, asal kuliahmu tidak terganggu, Papa nggak masalah," kata Jiver. Matanya terfokus pada acara pertandingan sepak bola di televisi.

"Anak Mama baru pulang ya, Sayang?"

Keyana, mamanya, datang dengan cookies yang baru matang. Mama tersenyum hangat kepada Zello, lalu berjalan mendekati kedua laki-laki beda generasi itu. Keluarga harmonis itu memang sering melakukan quality time.

"Ya, Ma. Tadi hanya rapat, bahas perekrutan pengurusan BEM."

Keyana menggelengkan kepalanya. "Jangan cerita yang begituan, deh. Mama pusing dengernya. Di mana-mana politik. Nggak di televisi, media sosial, di rumah juga politik terus."

Zello tertawa, ia mengambil cookies yang dibawa oleh Keyana. "Seru, kali, Ma. Namanya juga lagi tahun politik, ya pasti banyak pembahasan politik di mana-mana. Bagus juga, kan? Buat pengetahuan, biar nggak golongan putih."

"Kamu nyindir Mama, nih?" tanya mamanya. Wanita itu mengambil cookies buatannya.

Zello menggeleng, lalu tersenyum. Beberapa waktu lalu, Mama tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan gubernur, sebab bertepatan dengan acara di luar kota.

"Mas, kamu nggak mau ambil?" tawar Mama kepada Papa. Wanita itu lalu menyodorkan kue yang ia buat kepada suaminya.

Kedua orang tuanya menikah muda. Mereka memiliki anak pada saat Mama baru lulus kuliah. Jadi, meski Zello sudah sebesar ini, kedua orang tuanya masih muda dan selalu terlihat romantis.

Jiver terkekeh, ia mengambil dan memakan kue buatan istrinya. Sementara itu, Zello menikmati pertandingan sepak bola di televisi.

"Mantan pacarmu yang pinter bikin kue itu kuliah di mana, Sayang?" tanya Keya kepada anaknya. Zello meliriknya sekilas, lalu mengedikkan bahu.

"Padahal Mama mau belajar bikin kue sama dia, bilangin suruh main ke rumah," kata mamanya.

"Aku nggak punya kontaknya, Ma. Lagian dia belum tentu mau main ke sini lagi. Dia pindah ke luar kota setelah lulus."

"Loh, kenapa?"

"Nggak tahu, Ma. Udah, ya, aku mau tidur. Jangan lupa sisain kuenya buat Arsyad sama AIka, nanti mereka ngamuk kalau nggak kebagian," pungkas Zello sebelum ia pergi ke kamarnya setelah menyebut kedua nama adiknya.

***

Arzello Wisnu Prakarsa, mahasiswa semester tiga yang mengambil jurusan Sastra Indonesia di sebuah perguruan tinggi kenamaan di kotanya. Ia memang meminati Sastra Indonesia dari awal, jadi, tidak ada masalah ketika dia masuk ke dalam jurusan ini.

Tidak ada yang salah menjadi anak sastra, walau sebagian besar orang berpendapat, apa pentingnya kuliah sastra? Mengapa tidak kuliah di jurusan Kedokteran, Hukum, atau Ekonomi yang lebih menjanjikan? 

Zello tidak mau mengambil pusing masalah itu, karena baginya, kesuksesan tidak diukur dari jurusan apa yang diambil semasa kuliah, tetapi karena tekad dan ketekunan. Lebih lagi, kedua orang tuanya mendukung apa yang ia minati dan inginkan. Kedua orang tuanya memberi kebebasan, tidak pernah memaksa untuk melakukan hal yang tidak ia inginkan. Jadi, untuk apa mendengar omongan orang lain yang kerap menjadi racun?

"Bro, nanti rapat di Ormawa pukul 02.00 siang," teriak seseorang ketika Zello hendak menemui dosen pembimbing akademiknya di jurusan.

"Oke, Med, nanti gue ke sana."

Zello melanjutkan langkahnya menuju ruangan dosen di Lantai 1. Ia memiliki janji temu dengan Bu Ida dosen pembimbing akademiknya di kampus.

"Asalamualaikum, Bu Ida," kata Zello, ia menyalami Bu Ida setelah Bu Ida menjawab salam. Wanita paruh baya itu mempersilahkannya duduk.

"Jadi, apa yang ingin kamu ceritakan kepada Ibu, Zello?"

"Begini, Bu. Saya berencana untuk magang di kantor Papa, membantu kakak sepupu saya yang bekerja sebagai editor di sana. Menurut Ibu bagaimana?"

"Tidak masalah kalau  kamu bisa membagi waktu. Untuk kerja dan kuliah. Kadang bekerja itu membuat ketagihan dan lupa sama pendidikan. Bagaimana? Apa kamu sanggup membagi waktumu?"

"Bisa, Bu. Lagi pula pekerjaan saya tidak berat, bisa saya kerjakan di rumah."

Bu Ida tersenyum tipis. "Baiklah. Semoga sukses, Zello. Dan, cepat kamu selesaikan proposal PKM1-mu. Saya ingin melihat programmu didanai oleh Dikti," kata Bu Ida lagi, Zello mengangguk kecil sebelum berpamitan.

"Nanti saya diskusikan dengan kelompok saya, Bu. Kalau begitu, saya permisi. Selamat siang, Bu."

"Ya, siang, Zell."

***

Aluna Anindya Dewi masih mengamati mading di depan jurusannya. Di sana tertera brosur perekrutan anggota BEM F2 yang akan di mulai tiga hari lagi. Aluna adalah mahasiswi baru di kampus ini. Ia sempat menunda kuliahnya selama satu tahun karena tidak lolos Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur undangan dan tes tulis.

Saat itu ia memilih pulang ke Surabaya untuk membantu usaha kue milik ibunya sembari mempersiapkan diri untuk kuliah tahun ini. Aluna tidak tinggal bersama ibunya, ia ada di sini bersama ayah. Kedua orang tuanya berpisah saat dirinya SMP. Meskipun korban perceraian kedua orang tuanya, dia tetap bahagia menjalani hidupnya.

Aluna mendengar ponselnya berbunyi. Ia mengeluarkan ponselnya dan mendapati notifikasi dari Twitter.

Justin Bieber is now following you.

"Halah palung akun gadungan," kata Aluna. Namun, karena penasaran, ia pun membuka notifikasinya. Di sana tertera akun milik artis idola yang baru saja mengikuti akunnya.

"Eh sumpah, ini serius?" teriak Aluna, ia lupa sedang berada di area kampus. Beberapa orang memperhatikannya, ia pun tersenyum tidak enak.

"O, iya, kan gue semalam begadang pas di open follback!"

Wajah Aluna semringah, ia segera membuka direct message dan mengirimi pesan kepada Justin Bieber. Aluna kerap mengalami gangguan tidur. Jadi, begadang sudah menjadi kebiasaan. Ia selalu menyimpan berjuta hal yang tidak seharusnya dipikirkan.

Kebiasaannya tidak bisa tidur saat malam sering membuat gadis itu begadang dan berakhir dengan bermain media sosial. Ia kerap mengikuti free follows artis-artis idolanya yang sedang mengadakan open follback atau sekadar mengecek trending topic dan spam tweet.

Setidaknya, kegiatan itu sedikit banyak mengurangi beban pikiran yang bersarang di otak Aluna selama bertahun-tahun.

"Alunan musikkkk, lo mau makan es krim gratis, nggak?" teriak Alya, teman barunya yang memasang cengar-cengir lebar. Aluna terkesiap.

"Berisik! Nanti kalau gue budek, gimana?"

Alya terkikik, ia menunjukkan dua tiket festival es krim di fakultas sebelah yang ia dapat dari temannya.

"Ayo...," teriak Alya menggeret Aluna untuk segera pergi.

"Ayo, deh! Selama gratis, gue mah ngikut."

Alya mencibir. "Dasar, kantung gratisan."

"Yeee! Prinsip ekonomi."

***

Mereka tiba di festival es krim yang diadakan oleh Falkutas Ekonomi dalam rangka HUT FE. Para demisioner BEM F di fakultas itu pun terlihat mondar-mandir mengurusi acara.

Seharusnya mereka sudah tidak memiliki program kerja, tetapi karena pihak fakultas meminta bantuan, mau tidak mau mereka harus mengiakan. Namun, tentu saja dengan bantuan panitia dari beberapa mahasiswa nonorganisasi yang mengikuti ipen recruitment kemarin.

Karena program fakultas ini adalah salah satu agenda terbesar fakultas setiap tahun.

"Lo tahu, nggak? Di FE itu gudangnya anak-anak modis. Kala mau lihat cowok ganteng kinyis-kinyis, ya ke sini saja. Beuh, dijamin mata langsung melek," kata Alya sambil siuk memakan es krimnya.

"Nggak kayak di jurusan kita yang cowoknya lusuh-lusuh gitu. Ada sih, yang ganteng, tapi bisa dihitung jari," katanya lagi sambil terkikik.

"Berisik lo, Al. Ini es krim gue bakal leleh kalau lo ngomong terus."

"Yeee... gue kan, kasih info penting."

"Ehmmm... bomat, gue nggak minta sama cowok di kampus ini, modusnya receh."

"Lo mah gitu, Lun!"

"Diem deh, ganggu orang makan es krim aja."

Aluna fokus degan es krim di tangannya sambil melihat ke atas panggung, ada pertunjukkan band di sana. Acara di sini cukup ramai karena mahasiswa dari fakultas lain banyak yang datang.

Omong-omong Fakultas Ekonomi, ia jadi ingat Davika. Oh, Aluna menepuk dahinya. Ia lupa memberi kabar Davika bahwa dirinya akan menginap ke rumah Davika nanti malam. Davika adalah sahabatnya sejak dua tahun lalu. Mereka pernah terlibat hubungan dengan laki-laki yang sama. Laki-laki itu Arzello Wisnu Prakarsa, mantan pacarnya dan Davika.

Ia hendak mengambil ponsel, sebelum Alya menepuk tangannya keras.

"Lunnn... lo tadi dilihatin coowk ganteng dekat pohon beringin di sana," kata Alya heboh. Aluna memutar dua bola matanya.

"Mana?"

"Itu di sana, pake kemeja biru laut," ucap Alya.

Aluna mengikuti arah telunjuk Alya, dan saat itu juga es krimnya terjatuh. Aluna terkejut. Aluna menoleh pada es krimnya yang tampak mengenaskan. Ia mendengkus. Semua ini gara-gara laki-laki itu. Jadi, laki-laki itu anak FE?

Desember, Cerita Menarik! Bianglala

Desember, Cerita Menarik! Bianglala

INIKECEKamu menahan emosi, sebuah surat gugatan dibuka oleh tangan kekar pria berkemja kotak-kotak dan bercelana linen, senyum puas tersungging di bibir hitamnya. Tanganmu gemetar, tatapan mengabut, memandang ke arah anak-anak yang sedang bermain riang. (Desember 2016).

"Apa akta tanah milikku tidak berguna lagi? Apa anda tega menghilangkan tawa dari sekumpulan anak yang sedang semangat belajar?"

"Belajar? Cih! Mereka hanya bermain tanpa arah. Sudah jelas pengadilan memenangkan gugatanku, tanah ini milikku, bukan milik wanita jalang itu. Lagipula pemerintah melarang sistem pengajaran nonkovensional yang kau kembangkan. Camkan! Kebodohanmu jangan kau tularkan pada anak-anak polos itu."

"Apa anda bisa memberiku waktu? Anak-anak pasti kecewa jika tidak mendapat penjelasan."

"Waktu? Aku sudah lama memberimu waktu, sekarang pergilah atau orang-orangku akan menyeretmu."

Dengan penuh tekad, kamu berjalan ke arah kumpulan anak-anak. Belumlah kaki menjejak sempurna di balai rumah panggung tempatmu mengajar, cengkraman tangan-tangan kokoh mencegah, menarik tubuh kecilmu, menyeret tanpa ampun.

Kamu menggigit lidah, berusaha tidak berteriak, dari kejauhan tampak anak-anak tak berdosa itu menjerit ketakutan, diusir tanpa ampun, tempat bermain dan belajar mereka dihancurkan tanpa perasaan. Saat itu kamu hanya bisa tergugu menatap pagar besi yang dijaga orang-orang pria tadi.


Desember 1991

Setelah seharian menangis karena diledek teman-teman di sekolah, ayah mengajak mengunjungi pasar malam di Cibodas. Dari Cidahu ke Cibodas hanya berjarak satu setengah kilometer, berbekal lampu petromaks menyusuri rel kereta yang terbentang.

Pasar malam begitu ramai. Hanya inilah hiburan yang sangat menarik lagi penduduk desa. Televisi masih langka, bahkan radio pun hanya dipunyai orang-orang tertentu.

Sekumpulan orang menjerit-jerit di kincir yang berputar, kamu menatap ingin tapi rasa takut yang menyergap. Walau usiamu sudah enam belas tahun, namun pikiranmu masih setera anak SD.

"Airin mau naik bianglala?" Ayah menujuk kincir yang sedang berputar, lalu mengusap rambutmu perlahan, menatap penuh kasih. Kamu menggelengkan kepala kuat-kuat. Ada rasa takut diledek orang-orang di sana karena tampilan fisikmu berbeda, kamu memiliki sepasang mata indah berbentuk seperti kacang almond mirip orang Mongol, raut wajah agak datar, telinga kecil agak rendah, dan jari tangan lebih pendek dibangdingkan orang lain.

Orang kampung menjulukimu alien, keluarga dari ibu memanggilmu anak sial, karena tepat saat terlahir ke dunia, ibu meninggal. Hanya ayah yang selalu memperlakukan penuh kasih. Seorang dokter didesa menggelarimu bocah ajaib down sysndrome, katanya gelar itu khusus untuk orang tertentu, dan sampai saat ini kamu tidak tahu artinya. Dokter desa itu selalu menguji ketangguhan tubuhmu hingga bisa mencapai usia saat ini.

"Halo, maukah naik bianglala bareng aku?" Seorang anak aneh mengagetkanmu. Sejenak matamu tidak berkedip memandangnya. Dia anak perempuan, namun berpakaian aneh. Selain itu, tinggi badannya dua kali lipat darimu, namun sangat krus, warna kulitnya putih pucat, matanya sipit seperti terpejam.

"Bagaimana? Mau ya?"

Kamu agak tergagap, baru kali ini ada seseorang yang ramah dant tidak menganggapmu aneh. Anak perempuan itu seperti datangan dengan ayahnya.

"A Ling, yang sopan, kenalan dulu baru main bareng."

"Iya, Baba." Pipi anak itu bersemu merah.

Kamu tertegun mendengar cara bicara mereka dengan logat asing. Kamu dan dia berkenalan dengan hati riang, kalian langsung cocok, lantas berlari ke arah kincir berputar. Berpegangan tangan seolah teman lama, tertawa lepas, duduk dengan perasaan tak terlukiskan.

"A Ling, baju apa yang kamu kenakan?" Kamu menatap rok yang dipakai teman barumu.

"Ini namanya cheongsam, kamu mau? Nanti aku bilang baba kalau mau." Kamu langsung menggeleng kuat-kuat.

"Wajahmu berbeda dengan teman-temanku di sekolah. Apa kamu juga alien sepertiku?" tanyamu, polos.

A Ling tertawa, "Kamu benar, aku alien. Kita sama dong." Tangannya menggenggam erat tanganmu.

Saat itulah ada perasaan bahagia menyelusup pelan, menyadari dirimu tidak sendiri. Roda bianglala mulai berputar, kembang api melesat, berdentuman, menyebarkan warna warni indah diangkasa.

"Kamu sekolah dimana?" teriak A Ling.

"Di Sekolah Dasar Nusawangi, dekat pintu rel kereta api Cibodas," jawabmu sekencang mungkin, agar terdengar jelas.

"Kelas berapa?" tanya lagi, tetap dengan teriakan dan logat khasnya.

"Kelas enam." Kamu memiringkan kepala, mendekati kupingnya.

A Ling tertawa geli, matanya berbinar, "Aku dan baba besok juga sekolah di sana. Kita akan sekelas."

Saat itu kamu kurang mengerti ucapan A Ling, hanya menganggukkan kepala, padahal bingung, bagaimana mungkni ayah A Ling juga sekolah? Bukankah dia sudah bukan anak-anak lagi? Atau mungkin ayahnya teman barumu itu juga sama sepertimu, di usia yang harusnya sudah menjejak pendidikan lebih tinggi tapi hanya mampu duduk seperti anak yang usianya jauh di bawahnya.

Rantai bianglala mulai berderak pelan, jeritan penumpang mulai berkurang, putaran kencangnya pun mulai berangsur pelan hingga akhirnya berhenti. Kamu menggenggam tangan A Ling dengan perasaan bahagia, turun dari bianglala, mendatangi ayah kalian.

Kamu tersenyum lebar saat A Ling pertama kalinya masuk ke kelasmu, ternyata malam itu dia berbicara jujur. Sedangkan ayahnya menjadi guru kelas. Kamu dan teman sekelas memanggilnya Baba Liong. Panggilan yang agak aneh, namun beliau sendiri yang memintanya.

Baba Liong berbeda sekali dengan guru sebelumya. Dia jarang menyuruh menghapal, mengerjakan soal-soal sulit matematika ataupun mengadakan tes berkala. Baba Liong gemar sekali menanyai tiap siswa akan kegemarannya, lantas besoknya dia akan membawa benda-benda aneh untuk dibagikan ke tiap siswa.

Dua hari lalu kamu mendapatkan satu set cat air untuk melukis. Tentu saja sangat menggembirakan. Ada lagi siswa yang diberi sempoa, buku-buku tebal yang berisi angka-angka, dan lainnya. Tidak ada pelajaran terurut dan sama setiap minggunya seperti dahulu, kalian seolah dibebaskan.

Tiap hari Jum'at Baba Liong mengajak murid kelas enam melaksanakan bersih-bersih di halaman belakang sekolah.

Dulunya di sana rumputnya tinggi-tinggi, namun berkat kalian, bianglala dan rumput liar berganti pohon cabai, tomat, kemangi, seledri, dan tanaman umbi-umbian. Saat itulah, saat membersihkan rumput dan merawat tanaman yang mulai berbunga, tanpa sadar kamu dan teman-teman sekelas diajari ilmu biologi secara langsung.

Baba Liong menerangkan apa itu keseimbangan ekosistem, perkembangan makhluk hidup, fotosintesis, dan lain-lain. Kalian diajak langsung merasakan berkebun dan kalian sangat bergembira, menikamtinya. Selain itu, sejak ada Baba Liong, teman-teman di kelas tidak ada lagi yang mengejekmu seperti dulu, mereka menghargaimu seperti teman lainnya.

Baba Liong tidak pernah menjulukimu dengan panggilan menyakitkan, dia selalu tersenyum dan menepeuk bahumu dengan kebanggaan, di depan teman-teman sekelas, dia sering mengatakan, "Airin putri hebat, selalu bisa diandalkan dan pantang menyerah."

A Ling sangat baik, walau sering bolos, tapi dia sangat pintar, sering mengajarimu banyak hal.

Saat itu kamu baru lulus SMA dan A Ling sudah lulus kuliah.

Kabar buruk datang menyesak, Baba Liong meninggalkan dunia ini selamanya. Pasar malam seakan membawa kenangan menyedihkan. Kamu dan A Ling duduk di bianglala yang sama seperti belasan tahun silam. Saat itulah sahabatmu mengulurkan map berisi lembaran kertas.

"Airin, aku sudah menikah, tepat saat Baba koma, kami dijodohkan. Suamiku agak temperamental. Dengan keadaan sekarang, rasanya sulit sekali mengabulkan impian Baba, aku ingin kamu menerima ini, semuanya sudah atas namamu. Tinggal tanda tangan saja. Wujudkan mimpi kami, A Ling menggenggam tanganmu erat, wajah sahabatmu itu terlihat sangat pucat. Bahkan seperti mayat hidup. Namun binar matanya sungguh menyiratkan harapan.

Kamu hanya mengangguk dengan setumpuk kebingungan. Dalam putaran bianglala yang semakin cepat, kamu memeluknya erat. Seolah firasat memagut hatimu. Kamu merasa usiamu tidak lama lagi, apalagi jantungmu mengalami kebocoran. Mata kalian basah. Kamu tentu saja tahu apa impian Baba Liong dan harap A Ling, mendiriknan sekolah nonkonvensional, di sebuah kebun miliknya.

Dua minggu setelah pertemuan di pasar malam itu, kesehatanmu makin memburuk, malaikat maut datang menjemput, sayangnya bukan nyawamu yang dicabutnya, tetapi saudaramu sesama alien. Benar, dialah A Ling. Saat itu barulah kamu tahu ternyata A Ling mengidap AIDS.

Selama ini dia hidup dengan setumpuk obat-obatan yang menyokongnya hidup. Siapa sangka, saat sekolah yang diidamkan sudah berdiri hampir satu tahun, pihak suami A Ling mengklaim dirinyalah ahli waris sah, bukan kamu, yang tak lain hanya orang lain, bukan kerabat.

Entah bagaimana caranya mereka mempunyai sertifikat atas tanah tersebut, dan pengadilan menyatakan sertifikat yang kamu pegang adalah palsu. Gara-gara AIDS, suami dan keluarga A Ling mencapnya sebagai wanita jalang, padahal sejatinya sejak kecil, saat dia tak sadarkan diri karena kecelakaan yang merenggut ibunya, pihak rumah sakit melakukan kesalahan, hingga akhirnya virus HIV bersarang di tubuh kecilnya.

Tanganmu terborgol, mata almondmu basah. Ternyata setelah sekolah impian yang kamu dirikan penuh perjuangan dirampas paksa kepemilikkannya, kini kamu pun harus menerima tuduhan pemalsuan sertifikat tanah dan penipuan.

Pikiranmu bahkan belum mengerti benar apa itu penipuan. Kamu hanyalah seorang penyadang disabilitas yang ingin mewujudkan sebuah mimpi. Salahkan? Sepertinya rantai bianglala milikmu lepas, hingga harus bertahan di posisi paling bawah, pepertaruhkan semuanya.

Bukalah Matamu, Sebuah Cerita Pendek

Bukalah Matamu, Sebuah Cerita Pendek

INIKECE - Sudah hampir satu jam bayi iyu diletakkan di dadanya. Bukalah matamu, ia berbisik letih. Suaranya, yang mula-mula bertenaga, kini hampir tak terdengar lagi setelah nyaris seratus kali ia berkata dengan kalimat yang sama.

Dokter muda yang menemaninya selama proses 'penjemputan roh' begitu ia berpikir tentang apa yang sedang mereka lakukan mengulurkan tangannya untuk mengambil bayi itu dan menyudahi semuanya.

Ia mengeratkan tangannya, melindungi bayi itu dalam pelukan. Bukalah matamu, bisiknya parau bercamur rasa takut yang mulai bercambah dalam hatinya. Ia tidak mau kehilangan bayi itu. Ia tak mau melepaskan.

Dokter muda membujuknya seperti merayu anak-anak yang tak ingin menyimpan mainannya, padahal sudah waktunya untuk istirahat. Ia lebih mengeratkan pelukan kepada bayi yang makin tampak putih itu.

Ia mengecupi rambut si bayi yang tebal dan hitam. Bukalah matamu, bisiknya, tanpa suara. Si bayi tidak pernah membuka matanya. Ia tampak begitu pulas dan akan tidur selamanya.

Aku menjadi bidadari, Ibu.

Di sini, orang tak mengenal angka untuk menunjukkan sebuah usia. Jadi, aku tidak tahu umurku. Juga tidak pernah memikirkannya. Tiap hari aku bermain saja. Bila aku menginginkan sebuah padang yang luas, aku tinggla mengatakannya. Padang itu seketika terbentang di hadapanku. Aku menyukai padang rumput tanpa batas.

Angin yang kuat. Langit yang terbentang. Aku berjalan di sana. AKu mematahkan ranting kecil untuk kupukul-pukulkan ke udara atau mengejutkan serangga yang sedang menyesap madu bunga liar.

Begitu juga jika aku menghendaki laut, aku hanya perlu berbisik, serta merta laut mengempaskan ombaknya ke karang-karang. Bunyi gemuruhnya membuat dadaku berdenyar. Aku segera menghambur ke tengah untuk menemui sekawanan ikan. Mereka semua ramah, meski kami tidak pernah berkenalan secara formal.

Andai aku membayangkan sebuah taman tropis penuh bunga, maka seketika aku berada di dalamnya. Campuran aroma bunga-bunga itu pun mengingatkan aku kepada kamar ibu dengan jendela yang terbuka dan bau segar tanaman masuk ke dalamnya. Di sinilah aku akan menantimu, Ibu.

Sekarang bangunlah, aku akan keluar dari mimpimu.

Ia meraba dadanya. Kosong. Bayi iyu sudah tak ada. Ia juga sudah tidak di ruang rumah sakit dengan bau obat dan peralatan medis yang bergelantungan. Ia kini berada di rumahnya sendiri. Di sebuah kamar warna krem. Ia lupa kapan mengganti warna kamarnya. Pasti sudah lama sekali. Ia lupa apakah ini hari Rabu atau Minggu.

"Bukalah matamu," bisik lelaki yang telah menemani hari-hari kelabunya. Maka ia membuka matanya lebih lebar, tapi tetap saja seolah tak menemukan apa-apa. Semua begitu kosong. Begitu sunyi. Begitu tidak terjangkau.

Ia menolehkan pandangannya kepada lelaki yang tidak juga beranjak dari sisi tempat tidur. Beberapa helai rambut lelaki itu putih berkilau. Pasti dia banyak digelayuti masalah, pikirnya. Ia memperhatikan lagi jendela kamarnya, kaca-kacanya sudah berdebu. Ia lupa kapan terakhir membersihkannya.

"Kau sudah tak melakukannya selama bertahun-tahun," kata lelaki yang kini meremas lengan tangan kanannya lembut. Ia sungguh tak memedulikan apa-apa selain bayinya. Pipi putih dan rambut hitam lebat dalam dekapannya. Kapan bayi itu diambil darinya? Ia merasa semua seolah baru saja terjadi tiap ia bangun tidur.

"Sudahlah." Lelaki itu kembali meremas tangannya. Mata lelaki itu berair. Namun, dia buru-buru menghapusnya. "Sekarang berdirilah. Buka jendela lebar-lebar." Lelaki itu terus berbisik. Ia mengangguk.

Dengan hati-hati ia bangkit, berdiri, dan mendekat ke jendela. Gorden jendela itu sudah dibuka. Pasti lelaki itu yang melakukannya. Dunia tampak terang di luar sana. Daun-daun hijau. Bunga-bunga bermunculan di antara daun-daun itu.

Kapan terakhir kali ia berkebun? Ia tidak ingat sama sekali. Hidupnya sudah lama berhenti.

"Ayo, buka jendelanya," kata lelaki itu. Ia agak ragu mulanya. Namun, ia pun mengangguk. Dan, tiap ia berhasil membuka jendela itu, dunianya seketika kembali dapat ia raih, meski sesungguhnya ia tidak tahu mana dunianya yang sesungguhnya mana yang bukan.

"Matahari pagi selalu baik untukmu, Vonil," Ia tersenyum mendengar namanya bergetar di bibir lelaki itu. Vonil, bisiknya sambil memandang jauh ke luar, menarik napas dalam-dalam. Itulah ia. Perempuan yang kembali hidup.

"Aku akan siap-siap pergi ke Jalan Angsa," katanya tiba-tiba, dengan suara riang kepada lelaki yang telah berdiri di sampingnya. Ia mengatakan tentang rencana pergi ke toko buku bersama Lalit. Pasti sudah banyak buku baru di sana. Lalit suka membaca.

"Kau bisa membuatnya kelelahan," kata suaminya.

"Tidak, tidak," katanya, "Lalit senang diajak keluar sarangnya." Lalit jelas bukan burung, tapi begitulah ia telah menyebut rumah mungil Lalit di kompleks pinggrian kota itu. Di rumah itu, Lalit sendirian. Tidak punya keluarga dan teman. Ia kesepian di sarangnya itu.
"Sebentar lagi semua akan selesai," katanya kepada Lalit, "dan kau bisa mengepakkan sayap dengan bebas."

Lalit tidak terlalu antusias menanggapinya dan malah mengeluh tentang perutnya yang makin sesak. Bayi di perut itu tentu makin besar dari hari ke hari.

"Sabarlah," katanya, membujuk Lalit. Pada saatnya semua akan berlalu dan bayi itu akan keluar dari sana. Bayi yang mungkin saja memiliki rambut gelap dan pipi yang putih. Lalit tidak bicara. Lalit memang jarang berbicara dengannya selain soal buku fiksi yang dibacanya.

Dulu, sebelum mereka sama-sama resign dengan alasan yang berbeda, di kantor mereka juga bukan atasan dan karyawan yang akrab. Lalit penyendiri. Sampai Lalit hamil dan ditinggal pacarnya. Vonil tidak tahu bagaimana bisa ide membesarkan janin itu melibatkannya.

Suatu hari Lalit datang ke ruangannya. Mereka membuat kesepakatan. Lalit akan melahirkan bayi itu dan memberikannya kepadanya. "Aku butuh uang yang banyak," kata Lalit waktu itu. Ia menceritakan tentang ibu, bapaknya yang cacat, dan tiga adik di kampungnya. Ia tidak bisa berpacaran dengan lelaki yang memiliki banyak uang bila ia membesarkan bayi dalam perutnya.


"Itu melanggar nilai-nilai," pikirnya menghakimi Lalit. Menjual tubuh demi uang, tidakkah itu menjijikkan? Ibu, bapak yang cacat, adik-adik, butuh makan. Siapa yang peduli bahwa mereka akan mati kelaparan besok pagi?

Tidak. Lalit tidak sepenuhnya salah. Batinnya berseteru. Lalit pun jadi seekor burung di rumah mungil di pinggir kota. Suaranya tenang, kompleks yang tidak terlalu ramai, jadi pilihan agar tidak menimbulkan gonjang-ganjing.

"Apa yang kau lakukan?" kata suaminya waktu itu.

"Kita akan punya bayi lagi," katanya, "Kali ini kita akan benar-benar mendapatkannya." Ia berjalan ke kamar mandi sambil mengingat semua itu. Ia menghidupkan air keran dan berada di sana selama satu jam.

Ia memang sangat senang mandi. Memberishkan daki dengan pelan-pelan. Dari kulit lehernya hingga betis. Kadang-kadang ia menggosok kulitnya terlalu keras. Kulitnya memerah dan terkadang tergores. Ia menikmati rasaya. Panas dan nyeri.

"Bila kau berlama-lama, aku akan sangat terlambat tiba di kantor," tegur suaminya dari balik pintu. Ia tak bisa melihat suaminya itu, tapi ia hafal kekhawatiran yang kerap mewarnai lelaki itu. Suaminya khawatir kalau ia terlalu lama di dalam kamar mandi. Kamar mandi dianggapnya tempat berbahaya, meski sebenarnya segala cairan berbahan kimia sudah dikeluarkan dari sana, selain sebotol sabun dan sampo.

"Keluarlah sekarang, Vonil," kata suaminya lagi. Lelaki itu tak akan pergi dari pintu sampai ia muncul dengan tubuh telanjang dan handuk membungkus rambut di kepala.

Setelah itu mereka sama-sama berpakaian dan siap-siap berangkat ke rumah Lalit. Suaminya mengantarnya terlebih dahulu, baru lalu berbalik ke arah kantornya dipusat kota.

Aku menjadi bidadari, Ibu.

Di sini langit berwarna-warna cerah. Seperti pelangi raksasa. Bisakah Ibu membayangkannya? Namun, sebenarnya aku lebih suka membayangkan lagit itu sebagai taman bunga. Berapa banyak serangga datang ke sana? Mereka berbondong-bondong melintas di atas kepalaku. Aku berteriak, "Hai, apa kalian melihatku?"

Tidak seekor pun yang menyahut. Serangga selalu tak sabar berburu bunga.

Ibu pasti tahu itu. Tidak mengapa. Aku senang dengan hanya memandanginya. Hatiku sudah penuh dan aku lupa cara menjalani kehidupan di sini, selain dengan berbahagia. Karena itu, ibu, jangan lagi mengingatku sebagai kesedihan.

Sekarang bangunlah, aku akan keluar dari mimpimu.

Pagi ini, ia malas sekali bangun. Matanya tetap terpejam, meski sebenarnya ia sudah terjaga. Ia masih ingin berada di mimpi itu lebih lama. Ia tidak suka kekosongan. Ia tak mau berkali-kali menemukan dadanya dimikian sunyi. Tak ada apa-apa, tak ada suara. Di mana suara dadaku itu? pikirnya.

Suaminya berbisik, "Bukalah matamu, Vonil." Ia hanya membuka mata sebentar lalu menutupnya lagi. Seluruh dirinya benar-benar hampa. "Buka matamu, bangkit dari tempat tidur, buka jendela," kata suaminya lagi.

Ia tidak mau melakukan apa-apa. Juga tidak mau membuka jendela.

"Baik, aku akan membukakannya untukmu," suaminya berdiri dengan cepat. Ia mendengar suara gorden digeser. Lalu derit engsel jendela yang berat. "Lihatlah ke luar," kata suaminya.

Dari tempat tidur, ia membuka mata dan melihat langit yang putih kelabu. Itulah dunianya sekarang. kemudian dengan cepat hatinya menjadi perih. Lalit sudah terbang dari sarangnya. Tidak sendirian, melainkan dengan bayi burungnya.

Ia tidak marah kepada Lalit. Sudah sepantasnya begitu. Ia hanya membenci dirinya sendiri.

"Kita tidak akan pernah punya bayi lagi," itu yang ia katakan kepada suaminya dan lelaki itu tersenyum kepadanya. Seharusnya lelaki itu tidak perlu tersenyum. Menangis saja apa adanya. Itu lebih membuatnya tenang. 

Bayi yang ia lahirkan sepuluh tahun lalu tak pernah membuka matanya. Setelah itu ia tak pernah hamil lagi. Lalu beberapa kali ia hampir memiliki bayi dari rahim orang lain, tapi mereka semua menjelma burung.

Mereka terbang jauh membawa bayi dengan paruhnya.

"Aku tak bisa," kata Lalit saat bayi itu lahir. Bayi berambut gelap dan pipi yang putih. Jika ia menjadi Lalut, ia juga pasti tidak bisa. Ia tahu bagaimana rasanya dipisahkan dari darah sendiri. Ia tidak akan memaksa. Seperti juga yang sudah-sudah, ia tak pernah bisa memaksa. Ponselnya berbunyi.

Nama Lalit muncul di layar.

"Lalit," katanya kepada suaminya

"Angka saja," kata suaminya

"Halom" sayanya. Ia mendengar suara Lalit yang sudah sangat dikenalnya. Ini pertama kali Lalit menghubungi setelah tiga bulan ia pergi dengan bayinya. Lalit bilang bahwa ia akan datang berkunjung akhir pekan nanti. Ia tidak tahu apa arti kunjungan itu. Namun, ia bilang, "Baik."

"Apa yang dikatakannya?" tanya suaminya.

"Ia akan datang akhir pekan."

Suaminya tersenyum. Di luar ia memandang dua ekor burung terbang mendekat. Burung itu tampak cantik sekali dan ia berseru, "Kau tidak ingin melihat dua ekor burung itu?"